Oleh : Maximus Ali Perajaka
Pesanggrahan, Jakarta.
Planet bumi kita kaya akan air. Para ahli memperkirakan dunia kita memiliki tidak kurang dari 1.360.000.000 km3 (326,000,000 mi3) air. Dari total volume tersebut, sekitar 1.320.000.000 km3 (316,900,000 mi3) atau sebesar 97,2 persennya merupakan lautan. Selebihnya, 25.000.000 km3 (6,000,000 mi3 ) atau sekitar 1.8 persennya merupakan air tanah, 250.000 km3 merupakan air tawar di danau dan sungai, dan sisanya 13.000 km km3 (3,100 mi3 ) atau sekitar 0.001 persen merupakan air yang terkandung dalam atmosfer.
Akan tetapi, dari volume air yang begitu besar itu tidak seluruhnya dapat digunakan oleh manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Sebab hanya air tanah dan separuh dari volume air tawar yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Yang lebih parah lagi, volume air bersih itu mengalami kemerosotan yang amat cepat akibat kerusakan hutan, pencemaran lingkungan oleh limbah industri dan rumah tangga, penduduk dunia bertambah banyak, dan meningkatnya standar hidup sehingga tingkat konsumsi air pun meningkat.
Kondisi kritis tersebut mendesak PBB untuk mencanangkan tahun 205 hingga 2015 sebagai ’Dekade Air’. Pencanangan ‘Dekade Air’ oleh PBB memang bukan suatu kebijakan yang mengada-ada. Dari serangkaian penelitian ilmiah diketahui bahwa pemakaian air telah melonjak enam kali lipat dalam era 100 tahun terakhir. Akibatnya, dalam periode tersebut sebanyak 20 persen dari total volume air bersih di bumi, ludes, sementara harga air bersih melonjak lebih dari dua kali lipat. Masalahnya tidak cuma itu. Dari masa ke masa, ternyata distribusi air bersih menjadi kian timpang.
Penduduk miskin dari masa ke masa kian sulit mendapatkan air bersih. Tercatat, pada akhir decade 1980-an sekitar satu dari sepuluh penduduk dunia tidak memiliki akses akan air bersih. Tapi, pada awal dekade 2000-an, angkanya berubah menjadi satu dari enam penduduk dunia tak mendapatkan air bersih. PBB memperkirakan bahwa jika tren tersebut tidak dihentikan maka pada beberapa tahun ke depan sekitar 3,3 juta penduduk dunia akan mati setiap tahunnya akibat tidak kebagian air bersih.
Bahkan, PBB juga memproyeksikan bahwa pada tahun 2050 antara dua hingga tujuh milyar manusia akan mengalami kekurangan air bersih. Fenomena kelangkaan air secara global sebagaimana digambarkan di atas semestinya menggugah setiap insan Indonesia –sebagai bagian dari masyarakat global- untuk bertindak lebih bijak terhadap lingkungan alam.
Sudah saatnya manusia Indonesia tidak seenaknya merambah hutan, membuang sampah dan limbah yang dapat mencemarkan air. Lebih dari pada itu, setiap manusia Indonesia hendaknya mengembangkan budaya hemat air yaitu menggunakan air sesuai dengan kebutuhan saja. Ya, hanya lewat cara-cara tersebut kita dapat menyelamatkan diri dari bahaya kelangkaan air bersih yang lebih parah lagi.***
Monday, April 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment