Monday, April 2, 2007

Kaum Wanita, Anak-Anak dan Hak Atas Air

Oleh : Maximus Ali Perajaka
Pesanggrahan, Jakarta.

Setiap tahun jutaan orang di dunia –umumnya wanita dan anak-anak- meninggal akibat tidak dapat mengosumsikan air yang sehat. Mengapa wanita dan anak-anak menjadi korban utama dari krisis air bersih? Dalam bukunya, Inside The Third World –First Edition (1993), Paul Harrison menyatakan bahwa potret kemiskinan di negara-negara berkembang dapat dilihat secara kasat mata ketika kaum wanita dan anak-anak berjuang untuk mendapatkan setetes air bersih. Kaum wanita dan anak-anak, demikian Harison, telah menjadi korban utama krisis air.

Mengapa? Sebab, di hampir seluruh masyarakat tradisional di dunia, berlaku pembagian tugas yang amat tegas antara kaum pria dan wanita serta anak-anak. Pada umumnya, kaum pria dewasa bertugas untuk mencari nafkah di luar rumah. Sementara kaum wanita dan anak-anak mendapat tugas khusus untuk mengurusi rumah tangga. Salah satu urusan rumah tangga yang paling menyita perhatian dan tenaga kaum wanita dan anak-anak yakni mengumpulkan atau menimba air bersih bagi keluarga. Melalui peran khusus seperti disebutkan di atas, tak bisa dipungkiri bahwa atas cara tertentu air bersih ‘menindas’ kaum wanita dan anak-anak.

Di kawasan gersang seperti di provinsi Nusa Tenggara Timur misalnya, sudah menjadi cerita lumrah bahwa kaum wanita dan anak-anak saban hari berjalan kaki beberapa kilometer untuk menimba air bersih. Seringkali terjadi, anak-anak tidak bisa datang ke sekolah karena dipaksa oleh orangtuanya untuk menimba air bersih. Tidak jarang pula terjadi, para wanita yang melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan air bersih melalui tempat yang sepi, menjadi korban dari tindak kriminalitas seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan pembunuhan.

Beberapa contoh kasus di atas memperlihatkan betapa hak untuk mendapatkan air bersih merupakan suatu hak yang penting, sama pentingnya dengan hak-hak asasi lainnya seperti hak untuk mendapatkan makanan, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan hak untuk memiliki kedudukan yang sama di bawah hukum. Memang, belakangan ini bangsa kita berhasil menelorkan sejumlah produk hukum yang bertujuan memberikan perlindungan maksimal bagi kaum wanita dan anak-anak.

Akan tetapi, belum ada satu produk hukum pun yang mengatur soal hak rakyat -termasuk kaum wanita dan anak-anak- atas sumber daya alam. Padahal, pengaturan mengenai hak atas sumber daya alam –termasuk air (bersih) – akan mempermulus proses perlindungan martabat dan peningkatan kesejahteraan rakyat, tak terkecuali kaum wanita dan anak-anak.

Nah, sebelum produk hukum yang mengatur hak rakyat atas sumber daya alam (air bersih) diterbitkan, semua kita hendaknya tergerak untuk menanamkan kesadaran bagi seluruh warga bangsa ini bahwa mendapatkan air bersih merupakan hak dari setiap manusia. Lebih daripada itu, kita berharap pemerintah pun semakin berjuang untuk menata ekosistem dan mengelola sumber daya alam air secara baik sehingga kebutuhan rakyat Indonesia akan air bersih dapat terpenuhi secara layak.

No comments: