Oleh : Ali Rif'an
Ciputat, Tangerang.
Sudah seharusnya pada momen hari air sedunia (World Water Day), kita, umat manusia sadar akan pentingnya air dalam kehidupan ini. Air dan kehidupan adalah satu hal yang selalu berdampingan, bak sepasang suami dan istri. Tidak ada air tak ada kehidupan. Begitulah kalimat yang tepat saya lontarkan.
Keberadaan air sangat mutlak bagi mahluk yang ada di bumi ini. Tidak hanya kita manusia, melainkan mahluk selain kita juga membutuhkan air. Namun, sejauh mana kita menganggap air itu adalah hal yang penting? Dan sejauhmana pula peran kita, bangsa Indonesia dalam melestarikan lingkungan hidup ini? Itulah pertanyaannya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu muncul ketika musibah menghampiri bumi pertiwi ini. Dan yang selalu dijadikan kambing hitam adalah para elit politik yang dalam hal ini pemerintah.
Seharusnya kita sadar dan intropeksi diri, bahwa adanya bencana alam seperti banjir, tanah longsong dan lain sebagainya. Semua itu terjadi tidak lepas dari ulah manusia sendiri. Yaitu kurangnya kesadaran kita terhadap pemeliharaan lingkungan hidup. seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, menggunakan air tanpa aturan, menggunduli hutan seenak perutnya sendiri dan masih banyak lagi tindakan-tindakan amoral lainnya.
Di sisi lain kita hanya bisa ngomong, cuap-cuap, menebarkan kata-kata yang manis dan empuk di media massa, Saling menyalahkan satu dengan yang lainnya. Sudah seharusnya kita berkaca pada diri sendiri. Sejauhmanakah peran kita dalam melestarikan lingkungan hidup ini? Sekaligus memulainya dari hal yang terkecil. Seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air sesuai dengan kebutuhan, peka terhadap lingkungan yang kotor, menanami pepohonan pada areal yang gundul, bersama-sama menerapkan hukum yang berguna bagi air, dll.
Memang bukan hal yang mudah untuk merealisasikan semua itu. Akan tetapi, mau tidak mau kita harus merealisasikannya, kalau kita mau hidup lebih panjang lagi. sebab air adalah ibarat nyawa bagi kehidupan kita.
Wednesday, March 28, 2007
Pentingnya Air bagi Kehidupan Manusia
Oleh : Abu Bakar Siddiq
Ciputat, Tangerang.
Semua makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia membutuhkan air dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tanpa air kita tidak akan bisa bertahan hidup. Karena kita tahu bahwa komposisi tubuh manusia terdiri dari atas 75 persen air dan 25 persen bahan padat. Jika tubuh kita kekurangan air, kita akan rentan terserang penyakit dan mengalami dehidrasi.
Akibatnya tubuh menjadi lemas dan dan konsentrasi terganggu.
Tidak hanya itu, dalam kehidupan sehari-hari pun kita membutuhkan banyak air, seperti untuk memasak, mencuci, mandi dan keperluan-keperluan lainnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyepelekan keberadaan air dalam kehidupan kita.
Sesungguhnya bila kita telaah, alam begitu banyak mengandung air dan Tuhan memang mencipatakan air untuk dimanfaatkan oleh manusia sebaik mungkin. Namun yang patut dipertanyakan, kenapa kita kadang masih kekurangan air?, khususnya air bersih. Apalagi di kota-kota besar seperti jakarta, air merupakan barang yang begitu berharga atau bahkan bisa dianggap hampir langka.
Terbukti ketika PAM mati semua bingung mencari air. Untuk mendapatkan air bersih kita harus berkorban mengeluarkan uang banyak. Dan ini terjadi tak lepas dari kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam dan menjaga air tetap bersih. Kita bisa lihat sungai-sungai saat ini telah banyak tercemar oleh limbah industri, kotoran manusia dan sampah-sampah yang dibuang sembarangan.
Maka dari itu, diharapkan kesadaran kita, bagaimana menjaga lingkungan kita agar tetap bersih serta menggunakan air sesuai dengan fungsinya, tidak menghambur-hamburkannya dengan sesuka hatinya. Sehingga ketersediaan air tetap bisa kita nikmati sepanjang jaman, termasuk generasi kita yang akan datang.
Dan hal ini tentunya harus ditunjang dengan dukungan dan program pemerintah dalam menggalakkkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan, menjaganya agar tetap bersih dan asri. Menjaga kebersihan air dengan tidak membuang sampah pada sungai dan tempat saluran air lainnya. Yang mengakibatkan air kotor, tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Dengan adanya perhatian pemerintah dan masyarakat yang selaras dalam menjaga kebersihan lingkungan dan air, berarti menyelamatkan generasi kita dari kekurangan air, khususnya air bersih.
Ciputat, Tangerang.
Semua makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia membutuhkan air dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tanpa air kita tidak akan bisa bertahan hidup. Karena kita tahu bahwa komposisi tubuh manusia terdiri dari atas 75 persen air dan 25 persen bahan padat. Jika tubuh kita kekurangan air, kita akan rentan terserang penyakit dan mengalami dehidrasi.
Akibatnya tubuh menjadi lemas dan dan konsentrasi terganggu.
Tidak hanya itu, dalam kehidupan sehari-hari pun kita membutuhkan banyak air, seperti untuk memasak, mencuci, mandi dan keperluan-keperluan lainnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyepelekan keberadaan air dalam kehidupan kita.
Sesungguhnya bila kita telaah, alam begitu banyak mengandung air dan Tuhan memang mencipatakan air untuk dimanfaatkan oleh manusia sebaik mungkin. Namun yang patut dipertanyakan, kenapa kita kadang masih kekurangan air?, khususnya air bersih. Apalagi di kota-kota besar seperti jakarta, air merupakan barang yang begitu berharga atau bahkan bisa dianggap hampir langka.
Terbukti ketika PAM mati semua bingung mencari air. Untuk mendapatkan air bersih kita harus berkorban mengeluarkan uang banyak. Dan ini terjadi tak lepas dari kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam dan menjaga air tetap bersih. Kita bisa lihat sungai-sungai saat ini telah banyak tercemar oleh limbah industri, kotoran manusia dan sampah-sampah yang dibuang sembarangan.
Maka dari itu, diharapkan kesadaran kita, bagaimana menjaga lingkungan kita agar tetap bersih serta menggunakan air sesuai dengan fungsinya, tidak menghambur-hamburkannya dengan sesuka hatinya. Sehingga ketersediaan air tetap bisa kita nikmati sepanjang jaman, termasuk generasi kita yang akan datang.
Dan hal ini tentunya harus ditunjang dengan dukungan dan program pemerintah dalam menggalakkkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan, menjaganya agar tetap bersih dan asri. Menjaga kebersihan air dengan tidak membuang sampah pada sungai dan tempat saluran air lainnya. Yang mengakibatkan air kotor, tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Dengan adanya perhatian pemerintah dan masyarakat yang selaras dalam menjaga kebersihan lingkungan dan air, berarti menyelamatkan generasi kita dari kekurangan air, khususnya air bersih.
Air : Menjadi Kebutuhan atau Membawa Bencana
Oleh : Abu Bakar Siddiq
Ciputat, Tangerang.
Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia, juga makhluk hidup lainnya di alam ini. Tanpa air makhluk hidup tidak akan bisa bertahan hidup. Namun air juga dapat menjadi malapetaka bagi kita jika tidak memperhatikan lingkungan. Jika lingkungan kita kotor, air yang kita konsumsi kotor akan menimbulkan berbagai penyakit. Luapan air yang berlebihan juga akan mengakibatkan banjir dimana-mana.
Berkaca pada banjir yang terjadi pada awal bulan februari kemarin, yang hampir seluruh jakarta dan sekitarnya terendam air. Air menjadi bencana yang tidak dapat dihindari bahkan tak pelak menghilangkan banyak nyawa. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian kita terhadap lingkungan sekitar. Dan juga kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan kita agar tetap asri dan bersih. Jika kita lihat sungai-sungai yang ada disekitar kita, air yang mengalir begitu kotor dan penuh tumpukan sampah. Akibatnya saluran air tersumbat dan berbau. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh kita semua dalam menjaga alam agar tidak menimbulkan bencana.
Hal ini juga tak luput dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap pemeliharan lingkungan dengan penebangan pohon, membangun lahan-lahan yang awalnya sebagai resapan air menjadi bangunan kantor, perumahan dan fasilitas sarana lainnya tanpa adanya rekonstruksi tanaman-tanaman yang ditebang sebagai lahan penyerapan air. Akibatnya banjir melanda dan menyengsarakan semua lapisan masyarakat.
Dengan adanya hari air sedunia ini, semoga dapat mengugah hati kita terhadap begitu pentingnya air dalam kehidupan kita. Jika kita kekurangan air, kita akan sengsara dan tubuh kita tidak sehat. Dan jika air meluap juga akan merepotkan kita dengan terjadinya bencana banjir. Dengan bercermin pada bencana ini, semoga pemerintah juga akan segera melakukan tindakan antisisipasi agar bencana demi bencana tidak terulang lagi di masa mendatang.
Mari kita tingkatkan kesadaran menjaga lingkungan kita agar tetap bersih dan hijau. Menjaga kebersihan air, dan membuang sampah pada tempatnya. Bukan pada aliran air yang akan mengakibatkan saluran air tersumbat dan menimbulkan masalah atau bencana. Sehingga ketersediaan air yang kita konsumsi tetap terjamin bersih. Dengan memelihara lingkungan tetap asri dan bersih berarti telah menyelamatkan generasi kita yang akan datang dari kekurangan air bersih.
Ciputat, Tangerang.
Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia, juga makhluk hidup lainnya di alam ini. Tanpa air makhluk hidup tidak akan bisa bertahan hidup. Namun air juga dapat menjadi malapetaka bagi kita jika tidak memperhatikan lingkungan. Jika lingkungan kita kotor, air yang kita konsumsi kotor akan menimbulkan berbagai penyakit. Luapan air yang berlebihan juga akan mengakibatkan banjir dimana-mana.
Berkaca pada banjir yang terjadi pada awal bulan februari kemarin, yang hampir seluruh jakarta dan sekitarnya terendam air. Air menjadi bencana yang tidak dapat dihindari bahkan tak pelak menghilangkan banyak nyawa. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian kita terhadap lingkungan sekitar. Dan juga kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan kita agar tetap asri dan bersih. Jika kita lihat sungai-sungai yang ada disekitar kita, air yang mengalir begitu kotor dan penuh tumpukan sampah. Akibatnya saluran air tersumbat dan berbau. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh kita semua dalam menjaga alam agar tidak menimbulkan bencana.
Hal ini juga tak luput dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap pemeliharan lingkungan dengan penebangan pohon, membangun lahan-lahan yang awalnya sebagai resapan air menjadi bangunan kantor, perumahan dan fasilitas sarana lainnya tanpa adanya rekonstruksi tanaman-tanaman yang ditebang sebagai lahan penyerapan air. Akibatnya banjir melanda dan menyengsarakan semua lapisan masyarakat.
Dengan adanya hari air sedunia ini, semoga dapat mengugah hati kita terhadap begitu pentingnya air dalam kehidupan kita. Jika kita kekurangan air, kita akan sengsara dan tubuh kita tidak sehat. Dan jika air meluap juga akan merepotkan kita dengan terjadinya bencana banjir. Dengan bercermin pada bencana ini, semoga pemerintah juga akan segera melakukan tindakan antisisipasi agar bencana demi bencana tidak terulang lagi di masa mendatang.
Mari kita tingkatkan kesadaran menjaga lingkungan kita agar tetap bersih dan hijau. Menjaga kebersihan air, dan membuang sampah pada tempatnya. Bukan pada aliran air yang akan mengakibatkan saluran air tersumbat dan menimbulkan masalah atau bencana. Sehingga ketersediaan air yang kita konsumsi tetap terjamin bersih. Dengan memelihara lingkungan tetap asri dan bersih berarti telah menyelamatkan generasi kita yang akan datang dari kekurangan air bersih.
Ketika Sebuah Ritual Kehidupan Terhenti Karena Kelangkaan Air Bersih
Oleh : Agnes Sri P.
Rawamangun, Jakarta.
Banjir yang melanda Jakarta pada awal Februari 2007 lalu masih menyisakan banyak kisah duka yang tak mungkin dilupakan oleh orang yang mengalaminya. Berikut ini saya ingin berbagi pengalaman tentang kelangkaan air bersih di saat banjir dan kecemasan-kecemasan yang muncul sehubungan dengan kelangkaan tersebut.
Wilayah tempat tinggal saya sebenarnya tidak tergenang air ketika banjir datang, namun warga tetap mendapat musibah sehubungan dengan padamnya aliran listrik dan air selama enam hari (gardu listrik terendam air, demikian penjelasan dari Pemerintah Daerah). Tiadanya aliran listrik dan air dalam waktu yang cukup lama, tentu saja menimbulkan kepanikan tersendiri. Betapa tidak, tanpa listrik dan air seolah-olah seluruh aktivitas menjadi tertunda bahkan terhenti.
Dengan kelangkaan listrik dan air ini, mau tak mau saya harus mengubah pola hidup selama ini yang penuh kelimpahan dan kenyamanan dan salah satunya ditunjang oleh ketersediaan listrik dan air bersih. Di sini, secara khusus saya akan mengungkapkan betapa pentingnya ketersediaan air bersih - suatu hal yang terkadang kita sepelekan.
Sejak kecil, kita telah dididik untuk memiliki pola hidup bersih. Bersih itu sehat dan sehat itu baik. Bila kita menjaga kebersihan maka kita akan sehat dan kesehatan adalah baik untuk kehidupan. Demi pola hidup yang bersih dan sehat inilah, kemudian kita diajari untuk menjalani ritual “bersih-bersih” mulai dari membersihkan diri (mandi, gosok gigi, keramas), membersihkan peralatan makan (mencuci piring, dan sebagainya), membersihkan perlengkapan rumah (mengepel, menyeka perabotan), dan seterusnya.
Pola hidup bersih yang dilakukan puluhan tahun tersebut tak terasa telah menjadi budaya hidup bersih, di mana air menjadi simbol kebersihan. Air ternyata tidak sekedar menjadi simbol kebersihan tetapi juga telah menjadi mitos mengenai kebersihan itu sendiri. Apa yang terjadi dengan mitos-mitos itu ketika air bersih menjadi langka? Haruskah kita tetap menjalankan ritual “bersih-bersih” sebagaimana air melimpah?
Ketika air bersih sulit didapat, maka saya harus beradaptasi dengan mengubah pola pemakaian air yang bertumpu pada kelimpahan air bersih (menghamburkan air) menjadi pola hidup menghemat pemakaian air. Proses adaptasi ini, tanpa disadari telah menghancurkan mitos tentang kebersihan yang selama ini saya yakini, sebagai contoh dapat disebutkan beberapa disini 1) agar tubuh bersih maka harus dibilas sekian kali, 2) bila keramas, untuk mendapatkan rambut yang bersih maka harus diberi shampoo sekian kali, 3) agar lantai bersih maka harus dipel sekian kali atau, 4) pembilasan cucian harus dilakukan sekian kali agar baju benar-benar bersih.
Dengan air bersih yang minim, saya tidak lagi mampu memenuhi ketentuan di atas. Tentu saja saya cemas dan sulit menerima kenyataan bahwa air bersih sulit didapat. Saya harus mengantri demi beberapa ember air dan itu pun diperuntukan bagi kebutuhan yang sangat penting saja. Seribu pertanyaan muncul seperti apakah tubuh saya cukup bersih setelah mandi dengan air seember kecil? Apakah dengan pembilasan dua kali saja cucian bisa bersih?
Pertanyaan tersebut pada akhirnya menyadarkan saya tentang betapa pentingnya air bagi kehidupan dan ini pula yang seharusnya menjadi pemikiran bersama agar tidak lagi terjadi kelangkaan air bersih di masa mendatang.
Saat ini, pemerintah dan berbagai perusahaan swasta telah berupaya keras untuk melakukan konservasi air. Namun, kita - baik dalam lingkup individu atau dalam rumah tangga- juga dapat melakukan konservasi yaitu dengan menghemat pemakaian air. Cara ini merupakan cara termurah dan termudah karena kita sendiri yang mengatur penggunaan air untuk keperluan sehari-hari, namun di sisi lain juga tidak mudah karena mengandaikan kesadaran dari diri sendiri. Tentunya kita tidak senang bila pemerintahlah yang mengeluarkan peraturan khusus untuk menuntut kita berbuat ini atau itu demi menghemat air bersih.
Dengan pengalaman di atas, saya mengajak Anda untuk memikirkan kembali tentang ketersediaan air bersih di masa depan. Pengalaman akan kelangkaan air bersih selama masa banjir telah membuka mata dan hati bahwa suatu ketika air bersih akan sulit didapat. Bilamana hal ini terjadi maka terhentilah sebagian ritual kehidupan yang berkaitan dengan air. Untuk itu perlu pemahaman mendasar bahwa air bukan hanya untuk kehidupan orang per orang tetapi juga untuk kehidupan bersama. Dengan menghemat pemakaian air untuk kebutuhan pribadi atau rumah tangga maka kita telah berpartisipasi dalam upaya konservasi air. Ini semua demi kelangsungan hidup bersama, yang artinya demi kelangsungan hidup kita pula.
Rawamangun, Jakarta.
Banjir yang melanda Jakarta pada awal Februari 2007 lalu masih menyisakan banyak kisah duka yang tak mungkin dilupakan oleh orang yang mengalaminya. Berikut ini saya ingin berbagi pengalaman tentang kelangkaan air bersih di saat banjir dan kecemasan-kecemasan yang muncul sehubungan dengan kelangkaan tersebut.
Wilayah tempat tinggal saya sebenarnya tidak tergenang air ketika banjir datang, namun warga tetap mendapat musibah sehubungan dengan padamnya aliran listrik dan air selama enam hari (gardu listrik terendam air, demikian penjelasan dari Pemerintah Daerah). Tiadanya aliran listrik dan air dalam waktu yang cukup lama, tentu saja menimbulkan kepanikan tersendiri. Betapa tidak, tanpa listrik dan air seolah-olah seluruh aktivitas menjadi tertunda bahkan terhenti.
Dengan kelangkaan listrik dan air ini, mau tak mau saya harus mengubah pola hidup selama ini yang penuh kelimpahan dan kenyamanan dan salah satunya ditunjang oleh ketersediaan listrik dan air bersih. Di sini, secara khusus saya akan mengungkapkan betapa pentingnya ketersediaan air bersih - suatu hal yang terkadang kita sepelekan.
Sejak kecil, kita telah dididik untuk memiliki pola hidup bersih. Bersih itu sehat dan sehat itu baik. Bila kita menjaga kebersihan maka kita akan sehat dan kesehatan adalah baik untuk kehidupan. Demi pola hidup yang bersih dan sehat inilah, kemudian kita diajari untuk menjalani ritual “bersih-bersih” mulai dari membersihkan diri (mandi, gosok gigi, keramas), membersihkan peralatan makan (mencuci piring, dan sebagainya), membersihkan perlengkapan rumah (mengepel, menyeka perabotan), dan seterusnya.
Pola hidup bersih yang dilakukan puluhan tahun tersebut tak terasa telah menjadi budaya hidup bersih, di mana air menjadi simbol kebersihan. Air ternyata tidak sekedar menjadi simbol kebersihan tetapi juga telah menjadi mitos mengenai kebersihan itu sendiri. Apa yang terjadi dengan mitos-mitos itu ketika air bersih menjadi langka? Haruskah kita tetap menjalankan ritual “bersih-bersih” sebagaimana air melimpah?
Ketika air bersih sulit didapat, maka saya harus beradaptasi dengan mengubah pola pemakaian air yang bertumpu pada kelimpahan air bersih (menghamburkan air) menjadi pola hidup menghemat pemakaian air. Proses adaptasi ini, tanpa disadari telah menghancurkan mitos tentang kebersihan yang selama ini saya yakini, sebagai contoh dapat disebutkan beberapa disini 1) agar tubuh bersih maka harus dibilas sekian kali, 2) bila keramas, untuk mendapatkan rambut yang bersih maka harus diberi shampoo sekian kali, 3) agar lantai bersih maka harus dipel sekian kali atau, 4) pembilasan cucian harus dilakukan sekian kali agar baju benar-benar bersih.
Dengan air bersih yang minim, saya tidak lagi mampu memenuhi ketentuan di atas. Tentu saja saya cemas dan sulit menerima kenyataan bahwa air bersih sulit didapat. Saya harus mengantri demi beberapa ember air dan itu pun diperuntukan bagi kebutuhan yang sangat penting saja. Seribu pertanyaan muncul seperti apakah tubuh saya cukup bersih setelah mandi dengan air seember kecil? Apakah dengan pembilasan dua kali saja cucian bisa bersih?
Pertanyaan tersebut pada akhirnya menyadarkan saya tentang betapa pentingnya air bagi kehidupan dan ini pula yang seharusnya menjadi pemikiran bersama agar tidak lagi terjadi kelangkaan air bersih di masa mendatang.
Saat ini, pemerintah dan berbagai perusahaan swasta telah berupaya keras untuk melakukan konservasi air. Namun, kita - baik dalam lingkup individu atau dalam rumah tangga- juga dapat melakukan konservasi yaitu dengan menghemat pemakaian air. Cara ini merupakan cara termurah dan termudah karena kita sendiri yang mengatur penggunaan air untuk keperluan sehari-hari, namun di sisi lain juga tidak mudah karena mengandaikan kesadaran dari diri sendiri. Tentunya kita tidak senang bila pemerintahlah yang mengeluarkan peraturan khusus untuk menuntut kita berbuat ini atau itu demi menghemat air bersih.
Dengan pengalaman di atas, saya mengajak Anda untuk memikirkan kembali tentang ketersediaan air bersih di masa depan. Pengalaman akan kelangkaan air bersih selama masa banjir telah membuka mata dan hati bahwa suatu ketika air bersih akan sulit didapat. Bilamana hal ini terjadi maka terhentilah sebagian ritual kehidupan yang berkaitan dengan air. Untuk itu perlu pemahaman mendasar bahwa air bukan hanya untuk kehidupan orang per orang tetapi juga untuk kehidupan bersama. Dengan menghemat pemakaian air untuk kebutuhan pribadi atau rumah tangga maka kita telah berpartisipasi dalam upaya konservasi air. Ini semua demi kelangsungan hidup bersama, yang artinya demi kelangsungan hidup kita pula.
Stop Kebijakan Privatisasi Air!
Oleh : Alif Arrosyid
Ciputat, Tangerang
Fenomena krisis air bersih yang mengancam bangsa saat ini, mau tidak mau memaksa kita untuk berfikir ulang bagaimana memperlakukan kekayaan sumber daya air yang ada dengan sebaik mungkin. Ironisnya, DPR malah telah mengesahkan UU Sumberdaya Air yang justru memberikan peluang privatisasi dan penguasaan sumber-sumber air oleh badan usaha dan individu.
Pemberlakukan kebijakan privatisasi air tersebut tentu saja mencederai rasa keadilan sosial. Sebab, air adalah hak dasar bagi setiap warga negara. UUD 1945 pasal 33 ayat 2 menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. Artinya, negara menjamin dan bertanggungjawab atas tersedianya air bersih bagi setiap warga negara secara cuma-cuma.
Bahkan, Ecosoc Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada November 2002 menyatakan bahwa air adalah bagian dari hak asasi manusia.
Terkait masalah ini, hal serius yang harus kita waspadai adalah kuatnya aroma kepentingan kapitalis global. Kita tahu bahwa kebijakan privatisasi air tersebut merupakan syarat dari Bank Dunia untuk pencairan dana pinjaman program WATSAL (Water Restructuring Adjustment Loan). Dengan begitu, mereka akan leluasa melakukan investasi besar-besaran untuk menguasai sumber-sumber air negeri ini. Inilah bentuk penjajahan baru atas negara berkembang.
Akibat nyata dari privatisasi ini adalah jaminan pelayanan hak dasar bagi rakyat untuk mendapatkan air akan ditentukan mekanisme pasar. walhasil, privatisasi akan berujung pada komersialisasi air. Pada akhirnya, kelompok masyarakat miskinlah yang akan menjadi korban. Lantas, berapa puluh juta masyarakat miskin di Indonesia yang akan dikorbankan oleh kebijakan ini? Mengerikan.
Karena itu, pemerintah harus meninjau kembali kebijakan privatisasi air tersebut. Bila perlu, kebijakan tersebut segera dihapuskan karena menyalahi UUD 45 dan sama sekali tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Ciputat, Tangerang
Fenomena krisis air bersih yang mengancam bangsa saat ini, mau tidak mau memaksa kita untuk berfikir ulang bagaimana memperlakukan kekayaan sumber daya air yang ada dengan sebaik mungkin. Ironisnya, DPR malah telah mengesahkan UU Sumberdaya Air yang justru memberikan peluang privatisasi dan penguasaan sumber-sumber air oleh badan usaha dan individu.
Pemberlakukan kebijakan privatisasi air tersebut tentu saja mencederai rasa keadilan sosial. Sebab, air adalah hak dasar bagi setiap warga negara. UUD 1945 pasal 33 ayat 2 menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. Artinya, negara menjamin dan bertanggungjawab atas tersedianya air bersih bagi setiap warga negara secara cuma-cuma.
Bahkan, Ecosoc Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada November 2002 menyatakan bahwa air adalah bagian dari hak asasi manusia.
Terkait masalah ini, hal serius yang harus kita waspadai adalah kuatnya aroma kepentingan kapitalis global. Kita tahu bahwa kebijakan privatisasi air tersebut merupakan syarat dari Bank Dunia untuk pencairan dana pinjaman program WATSAL (Water Restructuring Adjustment Loan). Dengan begitu, mereka akan leluasa melakukan investasi besar-besaran untuk menguasai sumber-sumber air negeri ini. Inilah bentuk penjajahan baru atas negara berkembang.
Akibat nyata dari privatisasi ini adalah jaminan pelayanan hak dasar bagi rakyat untuk mendapatkan air akan ditentukan mekanisme pasar. walhasil, privatisasi akan berujung pada komersialisasi air. Pada akhirnya, kelompok masyarakat miskinlah yang akan menjadi korban. Lantas, berapa puluh juta masyarakat miskin di Indonesia yang akan dikorbankan oleh kebijakan ini? Mengerikan.
Karena itu, pemerintah harus meninjau kembali kebijakan privatisasi air tersebut. Bila perlu, kebijakan tersebut segera dihapuskan karena menyalahi UUD 45 dan sama sekali tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Selamatkan Air Kita
Oleh : Muhammad Amin
Ciputat, Tangerang.
Akhir-akhir ini bangsa kita seperti dihukum oleh alam. Di musim hujan, air meluap di mana-mana membanjiri banyak tempat. Sementara di musim kemarau, air seperti menghilang. Kondisi ini tentu sangat mengganggu kehidupan bangsa.
Air adalah kebutuhan dasar yang sangat diperlukan setiap orang. Karena itu, kelangsungannya mutlak harus diupayakan dengan berbagai cara. Cara terbaik adalah dengan mengembalikan kesimbangan alam yang terganggu akibat ulah manusia, oleh kita semua.
Hutan kita rusak berat akibat dieksploitasi secara membabi buta oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya jelas, hutan tidak lagi mampu menahan air hujan. Air langsung mengucur deras ke sungai hingga meluap. Hutan pun tidak lagi memiliki cadangan air yang cukup saat kemarau tiba.
Terkait hal ini, sudah saatnya pemerintah memberlakukan regulasi yang ketat dan penegakan hukum terhadap para pelanggar lingkungan, hutan khususnya. Kalau perlu, cukong-cukong pembalakan liar dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera kepada orang-orang yang hendak melakukan kejahatan serupa.
Semoga musibah yang kita alami akhir-akhir ini menjadi bahan renungan agar kita semua bisa memperlakukan alam secara arif. Ingat, air adalah hak setiap generasi. Anak cucu kita juga berhak menikmatinya.
Ciputat, Tangerang.
Akhir-akhir ini bangsa kita seperti dihukum oleh alam. Di musim hujan, air meluap di mana-mana membanjiri banyak tempat. Sementara di musim kemarau, air seperti menghilang. Kondisi ini tentu sangat mengganggu kehidupan bangsa.
Air adalah kebutuhan dasar yang sangat diperlukan setiap orang. Karena itu, kelangsungannya mutlak harus diupayakan dengan berbagai cara. Cara terbaik adalah dengan mengembalikan kesimbangan alam yang terganggu akibat ulah manusia, oleh kita semua.
Hutan kita rusak berat akibat dieksploitasi secara membabi buta oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya jelas, hutan tidak lagi mampu menahan air hujan. Air langsung mengucur deras ke sungai hingga meluap. Hutan pun tidak lagi memiliki cadangan air yang cukup saat kemarau tiba.
Terkait hal ini, sudah saatnya pemerintah memberlakukan regulasi yang ketat dan penegakan hukum terhadap para pelanggar lingkungan, hutan khususnya. Kalau perlu, cukong-cukong pembalakan liar dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera kepada orang-orang yang hendak melakukan kejahatan serupa.
Semoga musibah yang kita alami akhir-akhir ini menjadi bahan renungan agar kita semua bisa memperlakukan alam secara arif. Ingat, air adalah hak setiap generasi. Anak cucu kita juga berhak menikmatinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)