Thursday, March 22, 2007

Bencana, Sebuah Tamparan untuk Pembelajaran

Oleh : Stephanie Anggraini Surya,
Manggarai, Jakarta.

Saya termasuk generasi ‘So what gitu loh’ alias cuek dengan masalah air. Mulai dari masalah air bersih, air dipelihara dengan baik atau diselewengkan, pengadaan air, monopoli air hingga kekisruhan di PDAM, saya tidak tertarik untuk tahu, apalagi mencari tahu.

Hal ini berlangsung hingga ada krisis air yang terjadi saat saya sedang mengikuti kegiatan rohani di desa Megamendung, Bogor. Tanah longsor, saluran air terhambat, air mati. Mimpi buruk dimulai. Hampir semua orang panik karena baik air minum maupun air di kamar mandi ludes, sedangkan acara masih akan berlangsung hingga 2 hari lagi.

Dalam 30 menit, pasokan air minum yang ada di toko-toko sekitar pun terjual habis. Jangankan satu ember, bisa dapat satu gayung air saja sudah membuat saya senang bukan main. Mengalami situasi ini membuat saya membuka mata dan sadar akan berharganya nilai air. Karena kejadian ini lah, saya jadi lebih menghargai air dan ingin merubah sikap saya yang cuek ini.

Saya setuju sekali dengan perkataan teman saya, “Orang bisa salah, bencana bisa terjadi. Akan tetapi, jika kita tak belajar dari itu, kita bukan manusia. Karena cuma manusia yang bisa belajar.” Saya mulai belajar berubah dari hal yang kecil; membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon di areal tempat tinggal saya, menggunakan air seefektif dan seefisien mungkin, serta bergabung dalam LSM yang juga peduli akan masalah air, Gerakan Peduli Sekitar Kita.

Saya percaya perubahan sekecil apapun yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh akan berdampak positif pada lingkungan kita. Nah sekarang, tanyakan pada diri anda, perubahan apa yang ingin Anda lakukan?

Air Milik Siapa ?

Oleh : Moch Arif Makruf,
Demak, Jawa Tengah.


Tidak dapat di pungkiri bahwa air adalah penting dalam kehidupan kita. Setiap hari kita memerlukannya. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana kita dapat hidup sehari tanpa air. Begitu besarnya manfaat air bagi kita,sehingga sangat di perlukan pengelolaan sumber daya air sebaik mungkin agar semua masyarakat dapat mendapatkan manfaatnya.

Tetapi ada kalanya air menjadi sebuah bencana bagi manusia tatkala musibah banjir dan tanah longsor menghampiri kita. Padahal kita semua tahu air hanya mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Sehingga menyalahkan air dalam semua bencana yang menimpa kita sama saja menyalahi hukum alam.

Permasalahan yang terpenting adalah bagaimana mengelola air agar tidak menjadi sebuah produk yang di eksploitasi secara membabi buta untuk kepentingan segelintir orang. Negara telah mengatur tentang air dalam pasal 33 UUD 1945. Tetapi dalam pengelolaan air hanya menempatkan seorang Menteri Pekerjaan Umum yang mempunyai tanggung jawab yang tidak mengkhususkan pada masalah air.

Melihat besarnya fungsi air sudah sepatutnya di berikan seorang Menteri yang khusus menangani air. Dengan adanya sebuah Kementerian yang khusus menangani air di harapkan masyarakat akan mendapatkan manfaat lebih besar dari air dan juga dimungkinkan penggunaan air selain sebagai konsumsi kebutuhan manusia, misalnya pembangkit energi alternatif.

Selama air belum mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah, perhatian pada energi minyak bumi dan batu bara lebih mendapatkan fokus yang lebih besar mengingat devisanya yang besar untuk kas Negara.Perhatian terbesar pemerintah terhadap masalah air hanya ketika air mendatangkan bencana. Ketika bajir, tanah longsor dan kekurangan air. Tidak adanya perencanaan air secara komprehensif memang tidak dapat dilihat hasilnya sekarang,seperti energi Minyak bumi dan Batu Bara. Tetapi melupakan perencanaan pengelolaan air,akan mendatangkan bencana kemanusiaan pada beberapa tahun yang akan datang.

Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan air di sebabkan oleh kepemilikan air yang tidak bertuan. Setiap hari melihat air terbuang di sekitar kita. Tidak ada yang mampu mencegahnya.siapakah sebenarnya pemilik air? Jika air sudah menemukan tuannya dan penjaganya yang bijaksana niscaya air dapat di pelihara sebaik-baiknya.

Kaki Ceremai yang Dulu Permai, Kondisinya Kini di Tahun 2107

Oleh : Tatit Palgunadi,
Bandar Lampung, Lampung.

Mata air di sekitar kawasan Gunung Ciremai yang telah berabad-abad menjadi sumber kehidupan warga sekitar, kini telah kering dan lenyap. Perlahan, sejak hutan digunduli menjelma menjadi rumah, ruko, pabrik, pencemaran limbah rumah tangga dan industri karena banyaknya tempat pembuangan sampah liar, penambangan galian dan sisa kebakaran yang menghanguskan ribuan pohon di lereng gunung itu, membuat Ciremai tidak lagi permai.

Warga sedih, marah. Pemerintah negeri Mimpi panik. Akhirnya malam ini, pemerintah negeri Mimpi menggelar panggung Tarian Mata Air. Sang penari berlenggang berlenggok lalu menghentak-hentakkan kaki ke bumi, berharap Dewi Kesuburan akan terbangun dan menghidupkan kembali mata air yang sedang bersembunyi.

Sementara di sebuah rumah temaram, seorang tua menulis kepada masa kini. Isinya begini:

Surat Dari Masa Depan, Kepada seluruh penghuni Bumi

Dulu, di masa kecil kami menikmati hangatnya rumput hijau kala berguling-guling di tanah lapang. Dulu, kami riang gembira menceburkan diri ke sungai nan jernih dan deras. Tapi dulu kami juga membuang sampah sembarangan, tidak suka ada pohon di halaman, mencuci dan membuang limbah.

Kami tidak tahu akibatnya, Kami tidak patuh pada nasehat, Kami tidak peduli nasib Kami sendiri dan anak cucu di masa depan. Tarian Mata Air tidak dapat menghentikan air mata. Bahkan air mata yang menitik ke tanah pun tidak dapat berkumpul menjadi mata air.

Tidak ada guna menangis sekarang ataupun nanti. Beritahu dan ajak semua generasi, Jagalah bumi dan air kita. Jangan sampai merasa segalanya berarti setelah kehilangan terjadi.

Air untuk Anak Cucu

Oleh : Bekti Prawidyarini , SH
Gempol, Jakarta.


Semua orang tahu pentingnya air. Air sumber kehidupan. Untuk manusia, untuk tanaman, untuk hewan-hewan, untuk semua makhluk hidup dialam semesta ini. Peliharalah air untuk kehidupan, karenanya peliharalah lingkungan dengan memelihara tanaman, sungai, selokan serta buanglah sampah pada tempatnya.

Peliharalah air untuk kehidupan, dengan menggunakan seluruh sumberdaya yang ada secara seperlunya. Gunakan listrik seperlunya, gunakan minyak tanah seperlunya, gunakan gas seperlunya, gunakan mobil seperlunya dan makanlah secukupnya sebagaimana Rasullulah Nabi Muhammad mencontohkan “berhentilah makan sebelum kenyang”.
Gunakanlah air seperlunya untuk mandi, mencuci, menyikat gigi, memasak, mencuci mobil dan jangan hamburkan selagi masih ada. Peliharalah air untuk kehidupan, dengan tidak menebang pohon-pohon secara sembarangan.
Wahai pengusaha hutan, tolong dengarkan hati nurani, tolong tanami kembali hutan yang ditebang, tolong pikirkan air untuk anak cucu. Peliharalah air untuk kehidupan, dengan tidak menggali air tanah sesuka hati. Wahai pengusaha perumahan, tolong dengarkan hati nurani, tolong buat serapan air agar air tidak terbuang, tolong pikirkan air untuk anak cucu. Peliharalah air untuk kehidupan, dengan tidak membuat sampah plastik kian menggunung. Wahai pengusaha plastik, tolong dengarkan hati nurani, tolong cari pengganti plastik agar mudah di urai kembali oleh tanah, tolong pikirkan air untuk anak cucu.

Peliharalah air untuk kehidupan, dengan membayangkan saat dimana air menjadi barang langka yang lebih mahal dari emas permata, dimana orang rela berkorban nyawa demi segalon air, saat dimana tanah tandus menjadi pemandangan biasa, saat dimana manusia tampak lebih cepat berkerut karena kekurangan air, saat dimana penderita sakit ginjal meningkat karena kurang minum, saat dimana baju tidak lagi dicuci karena tidak ada air, saat dimana anak-anak lahir membawa kelainan karena kekurangan air.

Wahai Presiden tolong cegah semua itu agar tidak terjadi. Tolong peliharalah air. Tolong pikirkan air untuk anak cucu. Mulai hari ini mari tanam janji dalam hati untuk memberikan air untuk anak cucu.

Kecil Jadi Kawan, Besar Jadi Lawan

Oleh : Sucinanjaya,
Bekasi, Jawa Barat

Itulah air yang dalam kehidupan kita sehari-hari menjadi salah satu kebutuhan pokok. Air tak dapat kita pisahkan dalam kehidupan ini. Tanpa air kita menderita, tetapi dengan adanya air yang berlebihan juga akan membuat kita menderita. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan adanya dilema ini? Jawabannya mudah saja dan untuk mengetahui jawabannya, marilah kita telusuri permasalahan ini satu per satu.

Sebenarnya apa sih yang membuat air itu membahayakan? Di awal tulisan ini, saya menuturkan kalimat.”Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan.” Air membahayakan jika jumlahnya yang besar dan menyebabkan kerusakan. Ini yang kita kenal dengan sebutan banjir. Banjir akan sangat merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Simak saja banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia terutama kota Jakarta bulan lalu. Banyak kerusakan yang diakibatkan dari banjir ini baik material maupun immaterial. Bahkan banjir ini telah merenggut nyawa saudara-saudara kita.

Lalu siapa yang harus kita salahkan dengan adanya banjir ini? Yang jelas penyebab utama dari terjadinya banjir ini adalah manusia. Bagaimana air bisa mengalir dengan lancar jika sungai dipenuhi dengan sampah-sampah. Bagaimana pohon-pohon di hutan bisa menahan air dan menjadi resapan air jika mereka ditebang dengan semena-mena. Dan bagaimana air bisa meresap ke dalam tanah jika daerah resapan air telah disulap menjadi mall-mall megah dan pemukiman-pemukiman elit. Kita harus mulai mengaca diri dengan apa yang telah kita lakukan selama ini.

Jika kita ingin supaya bencana-bencana ini dapat berlalu, seharusnyalah kita lebih bijaksana dalam memperlakukan bumi ini. Ingatlah bahwa pemilik bumi ini bukan hanya kita saja, tetapi anak cucu kita nantinya yang akan mewarisi bumi ini. Apakah bumi yang rusak yang akan kita wariskan kepada mereka? Sadarlah wahai kau manusia.