Oleh : Muhammad Iqbal
Darmaga, Bogor.
Ketika SMP dulu, penulis diajari tentang Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di dunia ini. Secara garis besar, SDA dibagi dua, yaitu SDA yang terbatas dan tidak terbatas. Contoh SDA terbatas adalah bahan-bahan tambang, seperti batu bara dan minyak bumi, sedangkan contoh SDA tidak terbatas adalah udara, air, dan cahaya matahari.
Mungkin, dulu manusia benar-benar mudah mendapatkan air bersih tanpa perlu memikirkan tata cara regulasinya karena alam masih sanggup menetralisir air kotor dengan siklus air alami. Maka dari itu, manusia zaman dulu mengatakan air sebagai SDA tidak terbatas. Bahkan, pengusaha-pengusaha zaman dulu yang menggunakan air sebagai bahan baku menganggarkan biaya untuk mendapatkan air sebesar Rp 0,-.
Saat ini, jumlah manusia jauh lebih banyak dari zaman dulu ketika air masih menjadi SDA tidak terbatas. Volume air memang tidak berkurang, tapi kecepatan regulasi air dari air kotor menjadi air bersih lebih lambat daripada kecepatan regulasi air bersih menjadi air kotor. Gejala ini akan menimbulkan efek kurangnya pasokan air bersih jika dibiarkan terus.
Sudah waktunya untuk merombak pola pikir kita yang masih beranggapan bahwa air masuk ke dalam golongan SDA tidak terbatas. Air tidak lagi seperti cahaya matahari yang masih bebas digunakan tanpa perlu meregulasinya. Para pengusaha yang hidup di zaman ini harus berpikir selayaknya pengusaha zaman ini yang tidak lagi menganggarkan Rp 0,- untuk mendapatkan air, tapi biaya untuk meregulasi air tersebut juga diperhitungkan.
Jika kecepatan pembentukan air bersih dan kotor kembali stabil, semua pihak akan senang, bukan?
Monday, April 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment