Tuesday, March 27, 2007

Air di Jakarta

Oleh : Andy Kurniawan
Ciputat, Tangerang.

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh mahluk hidup yang berada di jagad raya ini, tetapi ada apa dengan air di Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia dan sebagai kota metropolis. Dahulu air sangat mudah kita dapatkan, berlimpah serta air juga tidak menjadikan bencana di Jakarta. Dengan berkembangnya Jakarta dan semakin banyaknya masyarakat yang pindah ke Jakarta dari daerah-daerah yang berusaha untuk mencari kerja dan mengharapkan kesuksesan di Jakarta, menjadikan air semakin sulit, mengapa?

Pohon yang dahulu menjadi tempat serapan air dijadikan mall atau tempat pembelanjaan dan dijadikan rumah pemukiman karena semakin banyaknya pertumbuhan penduduk di Jakarta, karena itu juga Jakarta tahun 2007 ini dilanda oleh banjir yang sangat hebat, seluruh wilayah Jakarta tergenang banjir, banyak masyarakat yang menderita dan rugi karenanya.

Selain itu juga air sungai di Jakarta juga sangat kotor, bau, banyak sampah, padahal aliran sungai dapat dijadikan sebagai alat transportasi alternative setelah semakin banyaknya kendaraan bermotor dan macet yang selalu dijalani oleh masyarakat Jakarta setiap hari kerja, selain itu aliran sungai di Jakarta juga telah menyempit karena banyaknya rumah-rumah liar yang berada dibantaran sungai, mereka rela kebanjiran setiap tahun karena mereka tidak ada lagi tempat bemukim selain di bantaran sungai, bagaimana membantu mereka?, diusir?, digusur?, diberi ganti rugi ?, atau dibangunkan mereka tempat tinggal yang baru?

Rupanya bukan hanya di jakarta saja yang mengalami banjir saat musim penghujan tetapi didaerah lain pun mengalaminya. Oh Indonesiaku dimana hutanmu yang dahulu sangat hijau dan sebagai jamrud Katulistiwa sekarang engkau telah gundul karena kesalahan siapakah ?, mengapa Semua ini terjadi di negeriku dan negaraku yang tercinta ini?, apa yang dapat kita perbuat untuk memperbaiki ini semua?.

Ketika Air Menjadi Langka

Oleh : Andy Kurniawan,
Ciputat, Tangerang.

Sungguh suatu ironi di sebuah negara yang dikelilingi perairan, air bersih justru menjadi barang langka. Di kota-kota besar khususnya, ketersediaan air bersih yang memadai dan terjangkau bagi seluruh masyarakat sangat sulit didapatkan. Bahkan para pelanggan air PDAM pun, banyak mengeluhkan kualitas air yang mereka bayar tiap bulannya itu.

Bisa dibayangkan nasib para kaum pinggiran dengan ekonomi pas-pasan, yang tak jarang harus mengkonsumsi air ala kadarnya dari sungai atau sumber yang kotor. Atau mereka yang harus membeli air setiap harinya hanya untuk mandi dan memasak karena mereka tak punya sumber air bersih.

Dalam kondisi kelangkaan air seperti ini, peran serta semua pihak untuk melestarikan air sungguh sangat diperlukan. Mulailah dari diri kita sendiri. Mulailah dengan hal-hal yang sederhana, seperti mematikan kran air saat tidak diperlukan, atau mandi dengan shower yang memang lebih menghemat penggunaan air.

Dari hal-hal sederhana inilah, bila dilakukan dengan penuh kesadaran oleh semua orang, akan sangat membantu pelestarian air, kini dan juga nanti. Semoga air bersih tak lagi langka. Selamat Hari Air 2007.

Selamatkan Emas Biru Kita

Oleh : WA Wicaksono,
Kramat Jati, Jakarta.


Mungkin tak banyak yang perduli bahwa 22 Maret telah didaulat sebagai “World Water Day”. Hal ini telah disepakati dalam KTT Bumi di Rio de Janero, 1992, & ditegaskan PBB melalui Resolusi No. 147/1993. Sejak itu, berbagai tema mengenai perlunya kelestarian air telah digulirkan setiap tahunnya.

Tahun ini sebagai peringatan ke-15, PBB mengangkat tema “Coping with Water Scarcity” (Mengatasi Kelangkaan Air), sedangkan Indonesia sendiri memilih tema “Mengatasi Kelangkaan Air dan Menghadapi Banjir Secara Terpadu”. Namun adakah peringatan tersebut mampu membawa kesadaran tersendiri pada manusia ataukah menjadi sekedar seremonialitas yang sia-sia belaka?

Seharusnya fenomena yang terjadi di alam nyata cukup menyadarkan kita betapa berharganya air bagi kehidupan ini. Semakin langkanya air berkualitas, semakin mahalnya air bersih dalam kemasan, semakin dalamnya air tanah, semakin cemarnya air sungai, semakin sulitnya air untuk pengairan, dan semakin ganasnya banjir yang menerjang benar-benar merupakan sebuah kenyataan yang tak bisa kita pungkiri kehadirannya.

Lalu, kapan lagi kita akan mulai melakukan upaya nyata untuk menghemat air, menjaga kelestariannya, melindunginya dari upaya eksploitasi dan pencemaran serta memandangnya sebagai benda yang benar-benar berharga sehingga layak kita sebut sebagai emas biru?
Ironinya, tepat pada 22 Maret kemarin, pagi saat berangkat kerja, aku masih melihat orang-orang yang dengan cueknya membuang buntalan-buntalan sampah ke sungai, tanpa beban sedikit pun. Di depan beberapa perumahan mewah, masih kulihat orang-orang mencuci mobil dengan air yang berlimpah ruah. Di pinggir-pinggir jalan, masih kulihat saluran pipa air minum bocor hingga airnya membanjir sia-sia.

Jangan tunda lagi. Mari kita mulai upaya pelestarian air bagi kehidupan mulai detik ini juga. Tak perlu aksi-aksi mercusuar yang muluk-muluk. Cukup dimulai dari diri kita sendiri. Mandi, mencuci, menyiram tanaman, dengan air secukupnya, mengelola sampah pada tempatnya, mengurangi pengerasan pekarangan, menanam sebatang dua batang pohon kalau memungkinkan dan upaya-upaya bijak lainnya.

Seorang wanita tua dari suku Indian Cree bernama “Mata Api” pernah meramalkan, "Akan tiba suatu masa, di mana ikan-ikan mati di dalam air, burung-burung jatuh dari udara, air menghitam, dan pohon-pohon tidak lagi ada. Umat manusia yang tersisa nyaris binasa. Lalu akan ada suatu masa, saat para pemelihara legenda, sejarah, ritual budaya, dan mitos serta kebiasaan suku-suku purba diperlukan untuk memulihkannya. Mereka itulah yang akan menjadi penentu kelangsungan hidup umat manusia. Mereka adalah Para Ksatria Pelangi.”
Akankah kita benar-benar akan mengalami keadaan seperti yang diramalkan wanita Indian tersebut? Akankah kita hanya mampu diam saja dan menunggu kedatangan “Para Ksatria Pelangi” tersebut?

Tidak, kita tak boleh diam saja. Seharusnya kita berharap bahwa mungkin kitalah “Para Ksatria Pelangi” yang dimaksudkan ramalan tersebut. Jangan biarkan ketidakpedulian terus menutupi kesadaran kita. Bersama sepinya peringatan Hari Air Sedunia kemarin, mari kita renungkan kembali bagaimana berharganya air bagi kehidupan ini. Dan jangan biarkan kesadaran itu menguap bersama waktu walaupun tanggal 22 Maret telah berlalu.

Demi masa depan kehidupan, mari kita jadikan setiap hari kita sebagai hari air yang harus kita peringati tanpa henti dengan aksi pribadi yang lebih berarti semisal menghabiskan gelas minuman di meja kantor kita sebelum pulang, membetulkan kran-kran bocor yang ada di rumah, atau hal-hal sepele lainnya yang bermakna.

Dan ingatlah peringatan sepotong puisi sederhana milik sebuah organisasi peduli lingkungan yang sarat makna ini, “ketika pohon terakhir telah ditebang, ketika ikan terakhir telah terpancing, dan ketika air terakhir telah tercemar, kita akan sadar bahwa kita tidak bisa memakan dan meminum uang”.

Mari Kita jadikan setiap hari sebagai Hari Air Sedunia! Karena memang seharusnya kitalah “Para Ksatria Pelangi Itu”!

Air dan Manusia

Oleh : Bio In God Bless
Kelapa Dua, Depok.


Air adalah hal pertama yang dibahas oleh filsuf Yunani kuno. Thales, yang dikenal sebagai filsuf pertama, mengatakan bahwa arkhe (asas atau prinsip) alam semesta adalah air. Aristoteles menduga bahwa Thales berpikir begitu karena bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab dan demikian halnya juga dengan benih pada semua makhluk hidup (Prof. Dr. K. Bertens, 1999: 35).

Dugaan lain mengatakan bahwa Thales berpikir demikian karena dia melihat air sebagai hal yang selalu berperan dalam kehidupan. Sesungguhnya, dinobatkannya air sebagai arkhe alam semesta oleh Thales merupakan simbol yang dapat diinterpretasikan sebagai keeratan hubungan antara air dengan manusia dan kehidupannya. Keeratan hubungan antara air dengan manusia dan kehidupannya disadari oleh Thales dan kemudian dituangkan dalam filsafatnya.

Keeratan hubungan antara air dan manusia dan kehidupannya yang disadari oleh Thales pada zaman Yunani kuno tampaknya belum juga mengendur hingga saat ini. Penelitian tentang air yang dilakukan di dunia kedokteran semakin membuktikan dan melegitimasi keeratan hubungan antara air dengan manusia dan kehidupannya. Manusia sangat membutuhkan air. Kebutuhan manusia terhadap air menjadi salah satu faktor penentu lancar atau tidaknya seluruh proses metabolisme tubuh manusia.

Berbeda dengan senyawa yang lain, air tidak bisa disintesakan sehingga air harus diperoleh dari luar tubuh. Nuri Andarwulan phD, ahli gizi dan makanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa air yang harus diminum adalah air yang sehat. Air yang sehat dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek fisik, kimia, dan mikrobiologi. “Secara fisik, air yang sehat adalah air yang jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Secara kimia, air yang sehat adalah air yang kadar pH-nya netral dan kandungan mineral-mineral tertentu ada batasnnya. Secara mikrobiologi, air yang sehat adalah air yang tidak mengandung mikroba penyebab penyakit (patogen). Dari segi medis, telah terlihat bahwa air yang sehat sangat penting bagi tubuh manusia.

Kesehatan manusia merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut berarti bahwa salah satu hal yang harus tersedia guna menjaga kesehatan manusia sebagai salah satu pemenuhan HAM adalah air yang sehat. Pahitnya, fakta di lapangan menunjukkan banyak daerah yang kekurangan air. Sebagai sample, pada bulan Agustus 2006, 33 desa di 4 kecamatan di Boyolali kekurangan air baik untuk kebutuhan hidup maupun untuk kebutuhan pertanian.

Dua penyebab dari terjadinya krisis air yang mengancam Pulau Jawa adalah semakin berkurangnya daerah tangkapan air karena sebagian besar daerah tangkapan air berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman dan perindustrian serta penebangan hutan yang tidak terkontrol. Menurut Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jawa Barat, Apun Affandi, “eksploitasi air dan pengalihan penggunaan daerah tangkapan air yang tidak terkontrol membuat keseimbangan ekologis terganggu yang akhirnya mengurangi ketersediaan air di Jabar.”

Satu point yang dapat ditarik dari fakta yang dikemukakan dan dari penjelasan Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat adalah bahwa air tidak tak terbatas. Point yang lain dapat “diturunkan” dari 2 penyebab terjadinya krisis air yang mengancam Pulau Jawa, yaitu luas daerah tangkapan air dan kelestarian hutan merupakan 2 hal yang menjaga agar ketersediaan air tidak berkurang.

Menjaga ketersediaan air sesungguhnya juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak menghambur-hamburkan air dan menggunakan air sesuai dengan kebutuhan merupakan cara yang efektif untuk membantu menjaga ketersediaan air. Dengan cara demikian, tidak akan terjadi eksploitasi air seperti yang dijelaskan oleh Apun Affandi.

Ketersediaan air dan kualitas air yang sehat juga merupakan hak asasi dari anak-cucu kita nanti. Pemenuhan hak asasi tersebut tentunya merupakan suatu proses. Kesadaran serta kepedulian untuk memenuhi hak asasi kita dan anak-cucu kita dalam hal ketersediaan air yang cukup dan kualitas air yang sehat merupakan modal awal yang baik untuk menjalin proses tersebut.

Jagalah Air Kita

Oleh : Ernawati Manimbangi
Nagasaki, Jepang.

Dalam perjalanan dari Fukuoka ke Sasebo, dua buah kota di Jepang, saya sungguh terkesima menyaksikan aliran sungai-sungainya yang jernih, bersih, sangat jauh berbeda dengan sungai-sungai di negara kita. Mata saya juga tak hentinya melihat pegunungan dan bukit-bukit yang hijau, sangat terjaga dari penggundulan hutan. Konon Jepang lebih baik mengimpor kayu dari luar daripada membabat hutan mereka. Dan ternyata itu bukan saja terlihat di kedua kota itu.

Mengapa kita tidak seperti itu, kasihan anak cucu kita kelak. Dua hal utama yang harus diperhatikan: pertama, menjaga air dari sumbernya, seperti tidak menebangi hutan; kedua, menjaga air yang sampai kepada kita, menggunakan sesuai kebutuhan, tidak berlebih-lebihan dalam menggunakannya dan menjaga aliran sungai dari sampah yang berserakan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggalakkan terus kepada masyarakat, khususnya di kalangan para pelajar SD, SMP, dan SMA untuk turun langsung di lapangan dan harus dipantau setiap bulannya. Mereka harus menjadi pelaku sekaligus pengkampanye pentingnya menjaga sumber air.

Sungai yang bersih dari sampah dapat menyelamatkan kita dari bahaya banjir, dan juga dapat menjadi sumber air yang sehat, bersih dan akhirnya cukup untuk persediaan generasi selanjutnya. Jika air sungai tak terjaga maka sumber air untuk keperluan sehari-hari semakin lama semakin sulit ditemui.

Semoga kesadaran kita akan pentingnya menjaga air semakin meningkat, dan tentu saja harus diikuti dengan tindakan nyata. Selamat Hari Air Sedunia, di bulan maret ini. Semoga masyarakat semakin bertanggungjawab untuk menjaga airnya, kebutuhan kita semua.