Friday, March 30, 2007

Air Dalam Tanda Tanya

Oleh : Edi Yanto
Ciputat, Tangerang.


Air tidaklah menjadi air yang dulu, memenuhi kebutuhan manusia. Namun, dengan air kini terjadi permusuhan atau bahkan pembunuhan. Kekurangan gizi di mana-mana yang disebabkan kurangnya air bersih untuk bisa dikonsumsi saat ini oleh masyarakat kecil, dari pelosok desa sampai ke kota merasakan manfaat air dan juga disadari dengan air akan menimbulkan berbagai macam problema yang bisa menyebabkan kematian. Tetapi mengapa?

Mungkin sekarang kita bisa memakai air dengan sesuka hati, mungkin sekarang kita bisa minum air bersih dengan leluasa, mungkin sekarang kita bisa mandi dengan seenaknya. Tetapi ingat, selama bumi masih berputar dan kitalah sebagai pemeran utama dalam kehidupan air. Yang patut kita sadari, pada suatu saat air akan marah kepada kita, suatu saat air akan benci kepada kita, suatu saat air akan menjahui kita. Lantas bagaimana manusia sebagai pemeran utama dalam kehidupan air? Akankah hal ini akan terjadi pada kita?

Kepada siapakah yang akan kita salahkan? Apakah mereka yang men-Tuhankan uang? Apakah mereka yang man-Dewakan jabatan? atau bahkan kepada mereka yang hanya duduk dikursi?
Apakah mereka semua yang akan kita salahkan?

Berangkat melalui kesadaran, air yang tanpa arti kini jadi sorotan massa, dari berbagai problema tentang air, dari berbagai macam masalah tentang air. Pada hari air sedunia ini, marilah kita sadar akan air, belajar tentang air, baik dari manfaat, kegunaan, dan mengambil hikmah dari apa yang telah diperbuat oleh air serta kerusakan yang telah diakibatkan oleh air.

Berkomunikasi dengan air

Oleh : Sri Kartika Wijaya
Bogor, Jawa Barat

Saudaraku, pernahkah kita berkomunikasi dengan air yang menjadi salah satu kebutuhan utama kita setiap hari? pernahkah kita merenungi filosofi keberadaan dan kekuatan air itu sendiri? Dr. Masaru emoto dalam bukunya True Power of Water mengungkapkan bahwa air -yang semata-mata kita anggap 'hanya' benda mati- ternyata mampu merespon semua perlakuan yang diberikan manusia terhadapnya.

Jika kita berikan kata-kata indah dan pujian akan tertangkap bentuk kristal yang indah berkilauan pada kamera. Tapi jika yang kita berikan adalah kata 'bodoh' misalnya, kamera hanya akan mengabadikan kristal yang hancur tak berbentuk. Sungguh hal itu membuktikan bahwa air mampu melakukan 'komunikasi'. Air memiliki naluri dan kekuatan untuk merespon semua perlakuan kita terhadapnya.

Marilah kita merenung, apakah banjir yang melanda ibukota beberapa saat yang lalu adalah salah satu bentuk ekspresi air terhadap manusia? Dengan caranya sendiri, air memberikan protes untuk semua perlakuan semena-mena manusia. Mungkin perlakuan kita kurang bijak. Mungkin kita memang kurang cerdas untuk menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh air. Pesan untuk lebih berlaku adil pada alam. Tidak pernah ada kata terlambat.

Mulailah berkomunikasi dengan berlaku bijak pada alam, bijak pada sampah, bijak pada penggunaan air. Niscaya refleksi keindahan kristal air tidak hanya akan bisa diterjemahkan oleh kamera, tetapi juga diterjemahkan pada kenyamanan hidup manusia sebagai bentuk persahabatan antara manusia dan air. Kepada para air, Selamat Hari Air Sedunia!

Thursday, March 29, 2007

Kegembiraan dan Kesedihan Air

Oleh : Muhammad Mukhlisin,
Ciputat, Tangerang.

Profesor Masaru Emoto, seorang peneliti dari Hado Institute di Tokyo Jepang, pada tahun 2003 Emoto menemukan bahwa partikel kristal air terlihat menjadi "indah" dan "mengagumkan" apabila mendapat reaksi positif disekitarnya, misalnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Namun partikel kristal air terlihat menjadi "buruk" dan "tidak sedap dipkitang mata" apabila mendapat efek negatif disekitarnya, seperti kesedihan dan bencana. Lebih dari dua ribu buah foto kristal air terdapat didalam buku Message from Water (Pesan dari Air) yang dikarangnya.

Meskipun pendapat Profesor
Masaru Emoto diatas masih kontroversial, namun setidaknya kita dapat memadukan rasionalitas logika kita mengenai air disekitar alam kita dengan penelitian diatas. Coba sejenak kita renungkan, air yang dirawat dalam suatu kolam renang, yang setiap pagi dibersihkan dari berbagai macam sampah dan dijaga rapi pemakaiannya. Yang nampak terlihat adalah gambaran keindahan, kesejukan dan kesegaran air.

Pantaslah jika banyak orang yang menginginkan berenang disitu. Tetapi jika kita lewat dalam suatu lokasi perindustrian, coba sedikit kita amati bagaimana keadaan air disekitar lokasi tersebut. Warna hitam pekat, bau menyengat dan yang lebih parah lagi dengan sampah-sampah yang bergenangan dimana-mana. Apakah kita masih mau berenang diair bak racun tersebut, ikan saja tidak mau apalagi manusia.

Yang paling penting dari gambaran diatas adalah bagaimana kita sebagai manusia yang notabene sebagai konsumen isi alam bisa menjaga kelestarian alam terutama air. Karena yang membutuhkan air bukan hanya kita saja tapi anak cucu kita nantinya juga akan membutuhkan setetes kehidupan air. Coba bayangkan bagaimana nasib anak cucu kita nantinya jika tanpa air. Apakah tega jika nantinya melihat anak cucu kita harus mandi atau minum dari air limbah yang sekarang kita buat.

Oleh sebab itu, mulai dari sekarang dan mulai dari diri kita masing-masing, bersama-sama kita mengintropeksi diri untuk meningkatkan kesadaran akan semakin menurunnya kualitas dan kuantitas air yang tersedia. Serta meningkatkan kepedulian akan pentingnya konservasi dan pelestarian serta perlindungan air. Dan kepada pemerintah diharapkan meningkatkan kepeduliannya terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan terutama air. Serta bersinergi dengan lembaga-lembaga yang sudah ada baik negeri maupun swasta atau nasional maupun internasional dalam rangka menjaga kelestarian dan penyelamatan air.

Mengganti Lapangan Beton

Oleh : Kukuh Widyatmoko
Malang, Jawa Timur

Tanggal 22 Maret adalah Hari Air Sedunia. Kesadaran, bahwa jumlah air masih terbatas, belumlah merata. Warga Malang sampai saat ini masih belum merasa dampak dari kurangnya ramah terhadap lingkungan. Rumput hijau pun sudah berganti dengan rumput-rumput beton. Rumput-rumput gedung, dan bangunan.

Kita semua warga Malang sunguh tidak menginginkan mengalami kekurangan air. Tetapi kalau terus dilakukan rumput hijau berganti dengan gedung, rumput paving dan sejenisnya, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan Malang mengalami kekuarangan air. Yang dapat dilakukan sekarang adalah mengurangi pemanfaatan paving sebagai material pengganti rumput hijau. Mengurangi pembanguan gedung dan bangunan di daerah hijau terlebih resapan air.

Otonomi daerah tidak dijadikan alasan pembenar, mengurangi daerah resapan air dengan mendirikan bangunan gedung dan sejenisnya. Sebagai warga Malang, saya menyarankan agar daerah resapan air yang semakin sempit tidak dipersempit lagi. Sebaliknya, pemerintah daerah menambah ruang terbuka hijau. Agar dapat bermain sepak bola di lapangan rumput bukan dilapangan beton, kasian. (Tulisan ini dimuat di Kompas, Edisi Jawa Timur, 29 Maret 2007).

Wednesday, March 28, 2007

Air Ibarat Nyawa Dalam Kehidupan

Oleh : Ali Rif'an
Ciputat, Tangerang.

Sudah seharusnya pada momen hari air sedunia (World Water Day), kita, umat manusia sadar akan pentingnya air dalam kehidupan ini. Air dan kehidupan adalah satu hal yang selalu berdampingan, bak sepasang suami dan istri. Tidak ada air tak ada kehidupan. Begitulah kalimat yang tepat saya lontarkan.

Keberadaan air sangat mutlak bagi mahluk yang ada di bumi ini. Tidak hanya kita manusia, melainkan mahluk selain kita juga membutuhkan air. Namun, sejauh mana kita menganggap air itu adalah hal yang penting? Dan sejauhmana pula peran kita, bangsa Indonesia dalam melestarikan lingkungan hidup ini? Itulah pertanyaannya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu muncul ketika musibah menghampiri bumi pertiwi ini. Dan yang selalu dijadikan kambing hitam adalah para elit politik yang dalam hal ini pemerintah.
Seharusnya kita sadar dan intropeksi diri, bahwa adanya bencana alam seperti banjir, tanah longsong dan lain sebagainya. Semua itu terjadi tidak lepas dari ulah manusia sendiri. Yaitu kurangnya kesadaran kita terhadap pemeliharaan lingkungan hidup. seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, menggunakan air tanpa aturan, menggunduli hutan seenak perutnya sendiri dan masih banyak lagi tindakan-tindakan amoral lainnya.

Di sisi lain kita hanya bisa ngomong, cuap-cuap, menebarkan kata-kata yang manis dan empuk di media massa, Saling menyalahkan satu dengan yang lainnya. Sudah seharusnya kita berkaca pada diri sendiri. Sejauhmanakah peran kita dalam melestarikan lingkungan hidup ini? Sekaligus memulainya dari hal yang terkecil. Seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air sesuai dengan kebutuhan, peka terhadap lingkungan yang kotor, menanami pepohonan pada areal yang gundul, bersama-sama menerapkan hukum yang berguna bagi air, dll.

Memang bukan hal yang mudah untuk merealisasikan semua itu. Akan tetapi, mau tidak mau kita harus merealisasikannya, kalau kita mau hidup lebih panjang lagi. sebab air adalah ibarat nyawa bagi kehidupan kita.

Pentingnya Air bagi Kehidupan Manusia

Oleh : Abu Bakar Siddiq
Ciputat, Tangerang.


Semua makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia membutuhkan air dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tanpa air kita tidak akan bisa bertahan hidup. Karena kita tahu bahwa komposisi tubuh manusia terdiri dari atas 75 persen air dan 25 persen bahan padat. Jika tubuh kita kekurangan air, kita akan rentan terserang penyakit dan mengalami dehidrasi.

Akibatnya tubuh menjadi lemas dan dan konsentrasi terganggu.
Tidak hanya itu, dalam kehidupan sehari-hari pun kita membutuhkan banyak air, seperti untuk memasak, mencuci, mandi dan keperluan-keperluan lainnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyepelekan keberadaan air dalam kehidupan kita.

Sesungguhnya bila kita telaah, alam begitu banyak mengandung air dan Tuhan memang mencipatakan air untuk dimanfaatkan oleh manusia sebaik mungkin. Namun yang patut dipertanyakan, kenapa kita kadang masih kekurangan air?, khususnya air bersih. Apalagi di kota-kota besar seperti jakarta, air merupakan barang yang begitu berharga atau bahkan bisa dianggap hampir langka.

Terbukti ketika PAM mati semua bingung mencari air. Untuk mendapatkan air bersih kita harus berkorban mengeluarkan uang banyak. Dan ini terjadi tak lepas dari kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam dan menjaga air tetap bersih. Kita bisa lihat sungai-sungai saat ini telah banyak tercemar oleh limbah industri, kotoran manusia dan sampah-sampah yang dibuang sembarangan.

Maka dari itu, diharapkan kesadaran kita, bagaimana menjaga lingkungan kita agar tetap bersih serta menggunakan air sesuai dengan fungsinya, tidak menghambur-hamburkannya dengan sesuka hatinya. Sehingga ketersediaan air tetap bisa kita nikmati sepanjang jaman, termasuk generasi kita yang akan datang.

Dan hal ini tentunya harus ditunjang dengan dukungan dan program pemerintah dalam menggalakkkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan, menjaganya agar tetap bersih dan asri. Menjaga kebersihan air dengan tidak membuang sampah pada sungai dan tempat saluran air lainnya. Yang mengakibatkan air kotor, tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.

Dengan adanya perhatian pemerintah dan masyarakat yang selaras dalam menjaga kebersihan lingkungan dan air, berarti menyelamatkan generasi kita dari kekurangan air, khususnya air bersih.

Air : Menjadi Kebutuhan atau Membawa Bencana

Oleh : Abu Bakar Siddiq
Ciputat, Tangerang.


Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia, juga makhluk hidup lainnya di alam ini. Tanpa air makhluk hidup tidak akan bisa bertahan hidup. Namun air juga dapat menjadi malapetaka bagi kita jika tidak memperhatikan lingkungan. Jika lingkungan kita kotor, air yang kita konsumsi kotor akan menimbulkan berbagai penyakit. Luapan air yang berlebihan juga akan mengakibatkan banjir dimana-mana.

Berkaca pada banjir yang terjadi pada awal bulan februari kemarin, yang hampir seluruh jakarta dan sekitarnya terendam air. Air menjadi bencana yang tidak dapat dihindari bahkan tak pelak menghilangkan banyak nyawa. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian kita terhadap lingkungan sekitar. Dan juga kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan kita agar tetap asri dan bersih. Jika kita lihat sungai-sungai yang ada disekitar kita, air yang mengalir begitu kotor dan penuh tumpukan sampah. Akibatnya saluran air tersumbat dan berbau. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh kita semua dalam menjaga alam agar tidak menimbulkan bencana.

Hal ini juga tak luput dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap pemeliharan lingkungan dengan penebangan pohon, membangun lahan-lahan yang awalnya sebagai resapan air menjadi bangunan kantor, perumahan dan fasilitas sarana lainnya tanpa adanya rekonstruksi tanaman-tanaman yang ditebang sebagai lahan penyerapan air. Akibatnya banjir melanda dan menyengsarakan semua lapisan masyarakat.

Dengan adanya hari air sedunia ini, semoga dapat mengugah hati kita terhadap begitu pentingnya air dalam kehidupan kita. Jika kita kekurangan air, kita akan sengsara dan tubuh kita tidak sehat. Dan jika air meluap juga akan merepotkan kita dengan terjadinya bencana banjir. Dengan bercermin pada bencana ini, semoga pemerintah juga akan segera melakukan tindakan antisisipasi agar bencana demi bencana tidak terulang lagi di masa mendatang.

Mari kita tingkatkan kesadaran menjaga lingkungan kita agar tetap bersih dan hijau. Menjaga kebersihan air, dan membuang sampah pada tempatnya. Bukan pada aliran air yang akan mengakibatkan saluran air tersumbat dan menimbulkan masalah atau bencana. Sehingga ketersediaan air yang kita konsumsi tetap terjamin bersih. Dengan memelihara lingkungan tetap asri dan bersih berarti telah menyelamatkan generasi kita yang akan datang dari kekurangan air bersih.

Ketika Sebuah Ritual Kehidupan Terhenti Karena Kelangkaan Air Bersih

Oleh : Agnes Sri P.
Rawamangun, Jakarta.


Banjir yang melanda Jakarta pada awal Februari 2007 lalu masih menyisakan banyak kisah duka yang tak mungkin dilupakan oleh orang yang mengalaminya. Berikut ini saya ingin berbagi pengalaman tentang kelangkaan air bersih di saat banjir dan kecemasan-kecemasan yang muncul sehubungan dengan kelangkaan tersebut.

Wilayah tempat tinggal saya sebenarnya tidak tergenang air ketika banjir datang, namun warga tetap mendapat musibah sehubungan dengan padamnya aliran listrik dan air selama enam hari (gardu listrik terendam air, demikian penjelasan dari Pemerintah Daerah). Tiadanya aliran listrik dan air dalam waktu yang cukup lama, tentu saja menimbulkan kepanikan tersendiri. Betapa tidak, tanpa listrik dan air seolah-olah seluruh aktivitas menjadi tertunda bahkan terhenti.

Dengan kelangkaan listrik dan air ini, mau tak mau saya harus mengubah pola hidup selama ini yang penuh kelimpahan dan kenyamanan dan salah satunya ditunjang oleh ketersediaan listrik dan air bersih. Di sini, secara khusus saya akan mengungkapkan betapa pentingnya ketersediaan air bersih - suatu hal yang terkadang kita sepelekan.

Sejak kecil, kita telah dididik untuk memiliki pola hidup bersih. Bersih itu sehat dan sehat itu baik. Bila kita menjaga kebersihan maka kita akan sehat dan kesehatan adalah baik untuk kehidupan. Demi pola hidup yang bersih dan sehat inilah, kemudian kita diajari untuk menjalani ritual “bersih-bersih” mulai dari membersihkan diri (mandi, gosok gigi, keramas), membersihkan peralatan makan (mencuci piring, dan sebagainya), membersihkan perlengkapan rumah (mengepel, menyeka perabotan), dan seterusnya.

Pola hidup bersih yang dilakukan puluhan tahun tersebut tak terasa telah menjadi budaya hidup bersih, di mana air menjadi simbol kebersihan. Air ternyata tidak sekedar menjadi simbol kebersihan tetapi juga telah menjadi mitos mengenai kebersihan itu sendiri. Apa yang terjadi dengan mitos-mitos itu ketika air bersih menjadi langka? Haruskah kita tetap menjalankan ritual “bersih-bersih” sebagaimana air melimpah?

Ketika air bersih sulit didapat, maka saya harus beradaptasi dengan mengubah pola pemakaian air yang bertumpu pada kelimpahan air bersih (menghamburkan air) menjadi pola hidup menghemat pemakaian air. Proses adaptasi ini, tanpa disadari telah menghancurkan mitos tentang kebersihan yang selama ini saya yakini, sebagai contoh dapat disebutkan beberapa disini 1) agar tubuh bersih maka harus dibilas sekian kali, 2) bila keramas, untuk mendapatkan rambut yang bersih maka harus diberi shampoo sekian kali, 3) agar lantai bersih maka harus dipel sekian kali atau, 4) pembilasan cucian harus dilakukan sekian kali agar baju benar-benar bersih.

Dengan air bersih yang minim, saya tidak lagi mampu memenuhi ketentuan di atas. Tentu saja saya cemas dan sulit menerima kenyataan bahwa air bersih sulit didapat. Saya harus mengantri demi beberapa ember air dan itu pun diperuntukan bagi kebutuhan yang sangat penting saja. Seribu pertanyaan muncul seperti apakah tubuh saya cukup bersih setelah mandi dengan air seember kecil? Apakah dengan pembilasan dua kali saja cucian bisa bersih?

Pertanyaan tersebut pada akhirnya menyadarkan saya tentang betapa pentingnya air bagi kehidupan dan ini pula yang seharusnya menjadi pemikiran bersama agar tidak lagi terjadi kelangkaan air bersih di masa mendatang.

Saat ini, pemerintah dan berbagai perusahaan swasta telah berupaya keras untuk melakukan konservasi air. Namun, kita - baik dalam lingkup individu atau dalam rumah tangga- juga dapat melakukan konservasi yaitu dengan menghemat pemakaian air. Cara ini merupakan cara termurah dan termudah karena kita sendiri yang mengatur penggunaan air untuk keperluan sehari-hari, namun di sisi lain juga tidak mudah karena mengandaikan kesadaran dari diri sendiri. Tentunya kita tidak senang bila pemerintahlah yang mengeluarkan peraturan khusus untuk menuntut kita berbuat ini atau itu demi menghemat air bersih.

Dengan pengalaman di atas, saya mengajak Anda untuk memikirkan kembali tentang ketersediaan air bersih di masa depan. Pengalaman akan kelangkaan air bersih selama masa banjir telah membuka mata dan hati bahwa suatu ketika air bersih akan sulit didapat. Bilamana hal ini terjadi maka terhentilah sebagian ritual kehidupan yang berkaitan dengan air. Untuk itu perlu pemahaman mendasar bahwa air bukan hanya untuk kehidupan orang per orang tetapi juga untuk kehidupan bersama. Dengan menghemat pemakaian air untuk kebutuhan pribadi atau rumah tangga maka kita telah berpartisipasi dalam upaya konservasi air. Ini semua demi kelangsungan hidup bersama, yang artinya demi kelangsungan hidup kita pula.

Stop Kebijakan Privatisasi Air!

Oleh : Alif Arrosyid
Ciputat, Tangerang


Fenomena krisis air bersih yang mengancam bangsa saat ini, mau tidak mau memaksa kita untuk berfikir ulang bagaimana memperlakukan kekayaan sumber daya air yang ada dengan sebaik mungkin. Ironisnya, DPR malah telah mengesahkan UU Sumberdaya Air yang justru memberikan peluang privatisasi dan penguasaan sumber-sumber air oleh badan usaha dan individu.

Pemberlakukan kebijakan privatisasi air tersebut tentu saja mencederai rasa keadilan sosial. Sebab, air adalah hak dasar bagi setiap warga negara. UUD 1945 pasal 33 ayat 2 menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. Artinya, negara menjamin dan bertanggungjawab atas tersedianya air bersih bagi setiap warga negara secara cuma-cuma.
Bahkan, Ecosoc Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada November 2002 menyatakan bahwa air adalah bagian dari hak asasi manusia.

Terkait masalah ini, hal serius yang harus kita waspadai adalah kuatnya aroma kepentingan kapitalis global. Kita tahu bahwa kebijakan privatisasi air tersebut merupakan syarat dari Bank Dunia untuk pencairan dana pinjaman program WATSAL (Water Restructuring Adjustment Loan). Dengan begitu, mereka akan leluasa melakukan investasi besar-besaran untuk menguasai sumber-sumber air negeri ini. Inilah bentuk penjajahan baru atas negara berkembang.

Akibat nyata dari privatisasi ini adalah jaminan pelayanan hak dasar bagi rakyat untuk mendapatkan air akan ditentukan mekanisme pasar. walhasil, privatisasi akan berujung pada komersialisasi air. Pada akhirnya, kelompok masyarakat miskinlah yang akan menjadi korban. Lantas, berapa puluh juta masyarakat miskin di Indonesia yang akan dikorbankan oleh kebijakan ini? Mengerikan.

Karena itu, pemerintah harus meninjau kembali kebijakan privatisasi air tersebut. Bila perlu, kebijakan tersebut segera dihapuskan karena menyalahi UUD 45 dan sama sekali tidak berpihak kepada rakyat kecil.

Selamatkan Air Kita

Oleh : Muhammad Amin
Ciputat, Tangerang.

Akhir-akhir ini bangsa kita seperti dihukum oleh alam. Di musim hujan, air meluap di mana-mana membanjiri banyak tempat. Sementara di musim kemarau, air seperti menghilang. Kondisi ini tentu sangat mengganggu kehidupan bangsa.

Air adalah kebutuhan dasar yang sangat diperlukan setiap orang. Karena itu, kelangsungannya mutlak harus diupayakan dengan berbagai cara. Cara terbaik adalah dengan mengembalikan kesimbangan alam yang terganggu akibat ulah manusia, oleh kita semua.

Hutan kita rusak berat akibat dieksploitasi secara membabi buta oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya jelas, hutan tidak lagi mampu menahan air hujan. Air langsung mengucur deras ke sungai hingga meluap. Hutan pun tidak lagi memiliki cadangan air yang cukup saat kemarau tiba.

Terkait hal ini, sudah saatnya pemerintah memberlakukan regulasi yang ketat dan penegakan hukum terhadap para pelanggar lingkungan, hutan khususnya. Kalau perlu, cukong-cukong pembalakan liar dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera kepada orang-orang yang hendak melakukan kejahatan serupa.

Semoga musibah yang kita alami akhir-akhir ini menjadi bahan renungan agar kita semua bisa memperlakukan alam secara arif. Ingat, air adalah hak setiap generasi. Anak cucu kita juga berhak menikmatinya.

Tuesday, March 27, 2007

Air di Jakarta

Oleh : Andy Kurniawan
Ciputat, Tangerang.

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh mahluk hidup yang berada di jagad raya ini, tetapi ada apa dengan air di Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia dan sebagai kota metropolis. Dahulu air sangat mudah kita dapatkan, berlimpah serta air juga tidak menjadikan bencana di Jakarta. Dengan berkembangnya Jakarta dan semakin banyaknya masyarakat yang pindah ke Jakarta dari daerah-daerah yang berusaha untuk mencari kerja dan mengharapkan kesuksesan di Jakarta, menjadikan air semakin sulit, mengapa?

Pohon yang dahulu menjadi tempat serapan air dijadikan mall atau tempat pembelanjaan dan dijadikan rumah pemukiman karena semakin banyaknya pertumbuhan penduduk di Jakarta, karena itu juga Jakarta tahun 2007 ini dilanda oleh banjir yang sangat hebat, seluruh wilayah Jakarta tergenang banjir, banyak masyarakat yang menderita dan rugi karenanya.

Selain itu juga air sungai di Jakarta juga sangat kotor, bau, banyak sampah, padahal aliran sungai dapat dijadikan sebagai alat transportasi alternative setelah semakin banyaknya kendaraan bermotor dan macet yang selalu dijalani oleh masyarakat Jakarta setiap hari kerja, selain itu aliran sungai di Jakarta juga telah menyempit karena banyaknya rumah-rumah liar yang berada dibantaran sungai, mereka rela kebanjiran setiap tahun karena mereka tidak ada lagi tempat bemukim selain di bantaran sungai, bagaimana membantu mereka?, diusir?, digusur?, diberi ganti rugi ?, atau dibangunkan mereka tempat tinggal yang baru?

Rupanya bukan hanya di jakarta saja yang mengalami banjir saat musim penghujan tetapi didaerah lain pun mengalaminya. Oh Indonesiaku dimana hutanmu yang dahulu sangat hijau dan sebagai jamrud Katulistiwa sekarang engkau telah gundul karena kesalahan siapakah ?, mengapa Semua ini terjadi di negeriku dan negaraku yang tercinta ini?, apa yang dapat kita perbuat untuk memperbaiki ini semua?.

Ketika Air Menjadi Langka

Oleh : Andy Kurniawan,
Ciputat, Tangerang.

Sungguh suatu ironi di sebuah negara yang dikelilingi perairan, air bersih justru menjadi barang langka. Di kota-kota besar khususnya, ketersediaan air bersih yang memadai dan terjangkau bagi seluruh masyarakat sangat sulit didapatkan. Bahkan para pelanggan air PDAM pun, banyak mengeluhkan kualitas air yang mereka bayar tiap bulannya itu.

Bisa dibayangkan nasib para kaum pinggiran dengan ekonomi pas-pasan, yang tak jarang harus mengkonsumsi air ala kadarnya dari sungai atau sumber yang kotor. Atau mereka yang harus membeli air setiap harinya hanya untuk mandi dan memasak karena mereka tak punya sumber air bersih.

Dalam kondisi kelangkaan air seperti ini, peran serta semua pihak untuk melestarikan air sungguh sangat diperlukan. Mulailah dari diri kita sendiri. Mulailah dengan hal-hal yang sederhana, seperti mematikan kran air saat tidak diperlukan, atau mandi dengan shower yang memang lebih menghemat penggunaan air.

Dari hal-hal sederhana inilah, bila dilakukan dengan penuh kesadaran oleh semua orang, akan sangat membantu pelestarian air, kini dan juga nanti. Semoga air bersih tak lagi langka. Selamat Hari Air 2007.

Selamatkan Emas Biru Kita

Oleh : WA Wicaksono,
Kramat Jati, Jakarta.


Mungkin tak banyak yang perduli bahwa 22 Maret telah didaulat sebagai “World Water Day”. Hal ini telah disepakati dalam KTT Bumi di Rio de Janero, 1992, & ditegaskan PBB melalui Resolusi No. 147/1993. Sejak itu, berbagai tema mengenai perlunya kelestarian air telah digulirkan setiap tahunnya.

Tahun ini sebagai peringatan ke-15, PBB mengangkat tema “Coping with Water Scarcity” (Mengatasi Kelangkaan Air), sedangkan Indonesia sendiri memilih tema “Mengatasi Kelangkaan Air dan Menghadapi Banjir Secara Terpadu”. Namun adakah peringatan tersebut mampu membawa kesadaran tersendiri pada manusia ataukah menjadi sekedar seremonialitas yang sia-sia belaka?

Seharusnya fenomena yang terjadi di alam nyata cukup menyadarkan kita betapa berharganya air bagi kehidupan ini. Semakin langkanya air berkualitas, semakin mahalnya air bersih dalam kemasan, semakin dalamnya air tanah, semakin cemarnya air sungai, semakin sulitnya air untuk pengairan, dan semakin ganasnya banjir yang menerjang benar-benar merupakan sebuah kenyataan yang tak bisa kita pungkiri kehadirannya.

Lalu, kapan lagi kita akan mulai melakukan upaya nyata untuk menghemat air, menjaga kelestariannya, melindunginya dari upaya eksploitasi dan pencemaran serta memandangnya sebagai benda yang benar-benar berharga sehingga layak kita sebut sebagai emas biru?
Ironinya, tepat pada 22 Maret kemarin, pagi saat berangkat kerja, aku masih melihat orang-orang yang dengan cueknya membuang buntalan-buntalan sampah ke sungai, tanpa beban sedikit pun. Di depan beberapa perumahan mewah, masih kulihat orang-orang mencuci mobil dengan air yang berlimpah ruah. Di pinggir-pinggir jalan, masih kulihat saluran pipa air minum bocor hingga airnya membanjir sia-sia.

Jangan tunda lagi. Mari kita mulai upaya pelestarian air bagi kehidupan mulai detik ini juga. Tak perlu aksi-aksi mercusuar yang muluk-muluk. Cukup dimulai dari diri kita sendiri. Mandi, mencuci, menyiram tanaman, dengan air secukupnya, mengelola sampah pada tempatnya, mengurangi pengerasan pekarangan, menanam sebatang dua batang pohon kalau memungkinkan dan upaya-upaya bijak lainnya.

Seorang wanita tua dari suku Indian Cree bernama “Mata Api” pernah meramalkan, "Akan tiba suatu masa, di mana ikan-ikan mati di dalam air, burung-burung jatuh dari udara, air menghitam, dan pohon-pohon tidak lagi ada. Umat manusia yang tersisa nyaris binasa. Lalu akan ada suatu masa, saat para pemelihara legenda, sejarah, ritual budaya, dan mitos serta kebiasaan suku-suku purba diperlukan untuk memulihkannya. Mereka itulah yang akan menjadi penentu kelangsungan hidup umat manusia. Mereka adalah Para Ksatria Pelangi.”
Akankah kita benar-benar akan mengalami keadaan seperti yang diramalkan wanita Indian tersebut? Akankah kita hanya mampu diam saja dan menunggu kedatangan “Para Ksatria Pelangi” tersebut?

Tidak, kita tak boleh diam saja. Seharusnya kita berharap bahwa mungkin kitalah “Para Ksatria Pelangi” yang dimaksudkan ramalan tersebut. Jangan biarkan ketidakpedulian terus menutupi kesadaran kita. Bersama sepinya peringatan Hari Air Sedunia kemarin, mari kita renungkan kembali bagaimana berharganya air bagi kehidupan ini. Dan jangan biarkan kesadaran itu menguap bersama waktu walaupun tanggal 22 Maret telah berlalu.

Demi masa depan kehidupan, mari kita jadikan setiap hari kita sebagai hari air yang harus kita peringati tanpa henti dengan aksi pribadi yang lebih berarti semisal menghabiskan gelas minuman di meja kantor kita sebelum pulang, membetulkan kran-kran bocor yang ada di rumah, atau hal-hal sepele lainnya yang bermakna.

Dan ingatlah peringatan sepotong puisi sederhana milik sebuah organisasi peduli lingkungan yang sarat makna ini, “ketika pohon terakhir telah ditebang, ketika ikan terakhir telah terpancing, dan ketika air terakhir telah tercemar, kita akan sadar bahwa kita tidak bisa memakan dan meminum uang”.

Mari Kita jadikan setiap hari sebagai Hari Air Sedunia! Karena memang seharusnya kitalah “Para Ksatria Pelangi Itu”!

Air dan Manusia

Oleh : Bio In God Bless
Kelapa Dua, Depok.


Air adalah hal pertama yang dibahas oleh filsuf Yunani kuno. Thales, yang dikenal sebagai filsuf pertama, mengatakan bahwa arkhe (asas atau prinsip) alam semesta adalah air. Aristoteles menduga bahwa Thales berpikir begitu karena bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab dan demikian halnya juga dengan benih pada semua makhluk hidup (Prof. Dr. K. Bertens, 1999: 35).

Dugaan lain mengatakan bahwa Thales berpikir demikian karena dia melihat air sebagai hal yang selalu berperan dalam kehidupan. Sesungguhnya, dinobatkannya air sebagai arkhe alam semesta oleh Thales merupakan simbol yang dapat diinterpretasikan sebagai keeratan hubungan antara air dengan manusia dan kehidupannya. Keeratan hubungan antara air dengan manusia dan kehidupannya disadari oleh Thales dan kemudian dituangkan dalam filsafatnya.

Keeratan hubungan antara air dan manusia dan kehidupannya yang disadari oleh Thales pada zaman Yunani kuno tampaknya belum juga mengendur hingga saat ini. Penelitian tentang air yang dilakukan di dunia kedokteran semakin membuktikan dan melegitimasi keeratan hubungan antara air dengan manusia dan kehidupannya. Manusia sangat membutuhkan air. Kebutuhan manusia terhadap air menjadi salah satu faktor penentu lancar atau tidaknya seluruh proses metabolisme tubuh manusia.

Berbeda dengan senyawa yang lain, air tidak bisa disintesakan sehingga air harus diperoleh dari luar tubuh. Nuri Andarwulan phD, ahli gizi dan makanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa air yang harus diminum adalah air yang sehat. Air yang sehat dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek fisik, kimia, dan mikrobiologi. “Secara fisik, air yang sehat adalah air yang jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Secara kimia, air yang sehat adalah air yang kadar pH-nya netral dan kandungan mineral-mineral tertentu ada batasnnya. Secara mikrobiologi, air yang sehat adalah air yang tidak mengandung mikroba penyebab penyakit (patogen). Dari segi medis, telah terlihat bahwa air yang sehat sangat penting bagi tubuh manusia.

Kesehatan manusia merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut berarti bahwa salah satu hal yang harus tersedia guna menjaga kesehatan manusia sebagai salah satu pemenuhan HAM adalah air yang sehat. Pahitnya, fakta di lapangan menunjukkan banyak daerah yang kekurangan air. Sebagai sample, pada bulan Agustus 2006, 33 desa di 4 kecamatan di Boyolali kekurangan air baik untuk kebutuhan hidup maupun untuk kebutuhan pertanian.

Dua penyebab dari terjadinya krisis air yang mengancam Pulau Jawa adalah semakin berkurangnya daerah tangkapan air karena sebagian besar daerah tangkapan air berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman dan perindustrian serta penebangan hutan yang tidak terkontrol. Menurut Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jawa Barat, Apun Affandi, “eksploitasi air dan pengalihan penggunaan daerah tangkapan air yang tidak terkontrol membuat keseimbangan ekologis terganggu yang akhirnya mengurangi ketersediaan air di Jabar.”

Satu point yang dapat ditarik dari fakta yang dikemukakan dan dari penjelasan Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat adalah bahwa air tidak tak terbatas. Point yang lain dapat “diturunkan” dari 2 penyebab terjadinya krisis air yang mengancam Pulau Jawa, yaitu luas daerah tangkapan air dan kelestarian hutan merupakan 2 hal yang menjaga agar ketersediaan air tidak berkurang.

Menjaga ketersediaan air sesungguhnya juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak menghambur-hamburkan air dan menggunakan air sesuai dengan kebutuhan merupakan cara yang efektif untuk membantu menjaga ketersediaan air. Dengan cara demikian, tidak akan terjadi eksploitasi air seperti yang dijelaskan oleh Apun Affandi.

Ketersediaan air dan kualitas air yang sehat juga merupakan hak asasi dari anak-cucu kita nanti. Pemenuhan hak asasi tersebut tentunya merupakan suatu proses. Kesadaran serta kepedulian untuk memenuhi hak asasi kita dan anak-cucu kita dalam hal ketersediaan air yang cukup dan kualitas air yang sehat merupakan modal awal yang baik untuk menjalin proses tersebut.

Jagalah Air Kita

Oleh : Ernawati Manimbangi
Nagasaki, Jepang.

Dalam perjalanan dari Fukuoka ke Sasebo, dua buah kota di Jepang, saya sungguh terkesima menyaksikan aliran sungai-sungainya yang jernih, bersih, sangat jauh berbeda dengan sungai-sungai di negara kita. Mata saya juga tak hentinya melihat pegunungan dan bukit-bukit yang hijau, sangat terjaga dari penggundulan hutan. Konon Jepang lebih baik mengimpor kayu dari luar daripada membabat hutan mereka. Dan ternyata itu bukan saja terlihat di kedua kota itu.

Mengapa kita tidak seperti itu, kasihan anak cucu kita kelak. Dua hal utama yang harus diperhatikan: pertama, menjaga air dari sumbernya, seperti tidak menebangi hutan; kedua, menjaga air yang sampai kepada kita, menggunakan sesuai kebutuhan, tidak berlebih-lebihan dalam menggunakannya dan menjaga aliran sungai dari sampah yang berserakan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggalakkan terus kepada masyarakat, khususnya di kalangan para pelajar SD, SMP, dan SMA untuk turun langsung di lapangan dan harus dipantau setiap bulannya. Mereka harus menjadi pelaku sekaligus pengkampanye pentingnya menjaga sumber air.

Sungai yang bersih dari sampah dapat menyelamatkan kita dari bahaya banjir, dan juga dapat menjadi sumber air yang sehat, bersih dan akhirnya cukup untuk persediaan generasi selanjutnya. Jika air sungai tak terjaga maka sumber air untuk keperluan sehari-hari semakin lama semakin sulit ditemui.

Semoga kesadaran kita akan pentingnya menjaga air semakin meningkat, dan tentu saja harus diikuti dengan tindakan nyata. Selamat Hari Air Sedunia, di bulan maret ini. Semoga masyarakat semakin bertanggungjawab untuk menjaga airnya, kebutuhan kita semua.

Monday, March 26, 2007

Ketika Air Jadi Musuh

Oleh : Teguh Rasyid
Suronatan, Yogyakarta.

Air, begitu banyak manusia yang mengelu-elukan air. Menggunakan "dia" di pelbagai kesempatan hidup, untuk kegiatan sehari-hari, untuk diri sendiri, bahkan untuk mahluk lain selain manusia.

Manusia menganggap air sahabat terbaik manusia yang pernah ada di dunia, mereka tak pernah memakai zirah perang atau mengacungkan pedang tanda pertempuran di mulai. Hingga manusia lupa, mereka menghabiskan air dengan tanpa ada sebuah logika yang terpatri dalam benak. Mereka pikir air takkan pernah habis meski mereka menggunakannya tanpa batas.

Lalu ketika air tiba-tiba berada di sudut yang berbeda, dengan dada membusung dalam bentuk banjir, kekeringan, dll. Apa yang kita lakukan? Hanya lelehan air mata yang kemudian mendesak keluar dari sudut mata kita, dengan tatapan memelas memandang air, seakan berkata, " Air, maafkan kami, jangan kau lumat apa yang kami punya! Itu harta satu-satunya yang kami punya..."

Lalu, apa gunanya sebuah penyesalan di sebuah akhir? Tidak ada! Coba jika kita bisa mengerti, bahwa air juga mahluk, meski tidak punya nyawa, namun coba hargai! Mereka juga butuh disayang, digunakan dengan baik, penggunaan yang tidak berlebihan, karena "mereka" juga akan habis seperti mahluk Allah yang lainnya.

Dengan melestarikan lingkungan, itu bukti bahwa kita menghargai air, dengan tidak membabat hutan sembarangan maka kita menyayangi air, maka niscaya airpun menyayangi kita.Maka air akan jadi sahabat kita, sahabat terbaik kita, bahkan lebih baik dari apapun di dunia...

Friday, March 23, 2007

Kebutuhan Air Bagi Rakyat Tanggung Jawab Pemerintah

Oleh : Sarono
Duren Sawit, Jakarta.


“Jangan salahkan kami jika akhirnya terjadi sebuah peperangan demi memperebutkan seteguk air untuk keluarga kami. Hal ini kami lakukan karena kami (rakyat kecil) tidak mampu membeli air yang harganya lebih mahal dari harga minyak ini. Air adalah kebutuhan vital. Tanpa air kami akan mati. Jadi kami memilih perang untuk berebut air daripada keluarga kami mati karena kehausan”

Kalimat di atas merupakan sebuah keprihatinan saya ketika banyak dari saudara-saudara kita yang tidak dapat menikmati air bersih dalam hidupnya. Bahkan mereka (warga yang tinggal di bantaran kali seperti di kali Ciliwung/Jakarta), misalnya, harus mengkonsumsi air yang sudah kotor dan tercemar untuk memenuhi kebutuhan airnya baik itu untuk mandi, gosok gigi, mencuci pakaian, bahkan mencuci bahan-bahan untuk dimasak.

Kekhawatiran itu semakin menjadi karena berbagai kebijakan pemerintah justru menjauhkan masyarakat miskin untuk mendapatkan air bersih secara cuma-cuma. Salah satu kebijakan pemerintah yang akan mengakibatkan masyarakat miskin tidak mendapatkan akses air bersih adalah dikeluarkannya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Dalam UU itu disebutkan bahwa pengelolaan sumber daya air ditetapkan dengan melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha.

UU ini semakin menguatkan swastanisasi air bersih yang sebelumnya sudah dikeluarkan oleh Presiden melalui Keppres No. 96 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa saham perusahaan air minum dapat dimiliki oleh swasta asing sampai 95%. Swastanisasi pengelolaan air ini akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan akses air bersih bagi masyarakat bawah karena akan terjadi eksploitasi secara berlebihan demi keuntungan ekonomi semata.

Swastanisasi air juga akan membuat industri dan perusahaan skala besar mendapatkan prioritas dibandingkan konsumen lainnya. Pasalnya industri dan perusahaan akan berani membayar dengan harga tinggi. Sedangkan masyarakat kelas bawah yang tidak mampu membeli air bersih akan mengkonsumsi air yang secara kesehatan tidak memenuhi syarat karena sudah tercemar.

Melihat kenyataan-kenyataan ini, saya berharap agar pemerintah sebagai induk bagi seluruh rakyatnya dapat melakukan tindakan-tindakan yang berpihak kepada rakyatnya. Apalagi air sesungguhnya adalah bagian dari hak asasi manusia untuk memperolehnya. Indonesia yang sebenarnya memiliki sumber daya alam termasuk sumber daya air yang melimpah, sudah seharusnya rakyatnya tidak kesulitan air bersih.

Namun jika kebijakan dari pemerintah sudah tidak berpihak kepada masyarakat untuk mendapatkan akses yang sebesar-besarnya terhadap air, maka dikhawatirkan akan terjadi perang untuk memperebutkan air. Sebab masyarakat tidak akan mampu membayar untuk mendapatkan air. Apalagi dalam kondisi ekonomi bangsa yang belum stabil seperti sekarang ini. Jadi sekali lagi, masalah air ini sebenarnya perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah agar seluruh rakyat tidak kesulitan mendapatkan air besih kendati hidup dalam kemiskinan.

Air, Si Teman Hidup Yang Abadi

Oleh : Xaveria Rienekso Hendryaningrum,
Tebet, Jakarta.


Ratusan bahkan jutaan mahkluk di bumi ini membutuhkan air, bukan saja kita, manusia. Melainkan habitat lainnya juga menjadikan air sebagai kebutuhan pokok mereka. Namun, sejauh mana kita menganggap air adalah satu hal yang penting? Dan sejauh mana kita dapat memberi suatu arti terhadap air? Sederhananya, pernahkah kita bertanya “dari mana air ini berasal dan bagaimana prosesnya sehingga kita bisa menikmatinya?” Tidak banyak diantara kita yang mengerti betul bagaimana dari sekian proses, air itu bisa menjadi Coca-cola dan siap kita nikmati!

Memang bukan hal yang mudah untuk memberikan arti terhadap air. Bukan sekedar ‘Ibu-lah yang merebus air sehingga dapat menghilangkan dahagaku!’ Seharusnya tidak bisa disederhanakan sedemikian rupa untuk menjadikan air sebagai sahabat kita sekaligus “teman hidup” yang abadi.

Antrian panjang untuk mendapatkan air bersih adalah pertanda bahwa air adalah “teman hidup” yang terus-menerus dicari oleh para penikmatnya. Banjir yang menenggelamkan sebagian permukaan daratan adalah bukti permusuhan kita, manusia dengan air. Lalu-lalang orang-orang menutup hidung ketika melintasi sungai yang penuh sampah merupakan tanda keegoisan manusia terhadap “teman hidupnya yang kekal”.

Jika permusuhan dan keegoisan manusia terhadap air memuncak, tiba saatnyalah si air meluapkan amarahnya karena merasa diabaikan oleh “teman hidupnya” yaitu kita, manusia. Dan ketika amarah si air yang terbendung sekian lama meledak hebat, tibalah kita menangis, memohon-mohon kepada air untuk kembali menjadi teman hidup kita. Bahkan kita selalu menjanjikan kepada air untuk hidup kekal bersama. Namun janji tinggalah janji! Seandainya kita bisa bertanya kepada nenek moyang kita pada masa Nabi Nuh, bagaimana rasanya ‘air bah yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi?

Sudah seharusnya sejak saat inilah, pada momen World Water Day, kita mencintai dengan tulus dan berjanji untuk tidak berpaling dari air. Namun, komitmen ini memang mengandung konsekuensi besar. Yaitu membentuk dan menjaga kelestarian lingkungan, menggunakan air sesuai kebutuhan, membuat dan menerapkan hukum yang berguna untuk melindungi air (sungai, laut, pantai dll), cagar alam, hutan, lingkungan hidup, dll.

Hal ini merupakan tindakan nyata atas pengorbanan kita terhadap air sebagai “teman hidup” yang telah memberikan ‘nyawa bagi kehidupan, dimana kita benar-benar menginginkan untuk terus bersanding dengannya. Dengan semangat Hari Air Sedunia, kita pastikan semua perilaku manusia terhadap air-lingkungan dan semua produk hukum berpihak pada kelangsungan air untuk masa depan.

Air Tiga Masa; Dulu, Sekarang, dan Akan Datang

Oleh : Stephanie Anggraini Surya,
Manggarai, Jakarta.

Di masa lalu, air dianggap sebagai barang berharga. Di jaman manusia hidup berpindah-pindah pun, mereka selalu tinggal di dekat sumber air. Bahkan ada peperangan yang terjadi karena perebutan sumber air. Penggunaan air pun dijaga ketat dengan hukum adat yang dibuat oleh masyarakatnya. Dahulu, manusia memuja alam, termasuk air yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Manusia dan alam hidup berdampingan bak suami istri.

Akan tetapi, sekarang, manusia bak majikan alam. Manusia menentukan nilai dan hidup-mati suatu tumbuhan, batas seberapa banyak hasil alam yang akan diambil, ataupun akan digunakan seperti apa. Air dipompa secara terus-menerus tanpa batas untuk memenuhi beragam kebutuhan yang ada di kehidupan sehari-hari kita. Dan seringkali, kita yang menerima ini lupa memberi kembali, entah dalam bentuk reboisasi, membangun sumur resapan, ataupun menjaga kebersihan sungai di sekitar kita.

Akibatnya jelas, keseimbangan alam yang selama ini terjaga dengan baik menjadi rusak, bencana pun datang silih berganti. Dan saat banjir besar di Jakarta baru-baru ini, konyolnya, kita bertanya kenapa musibah ini bisa terjadi? Semua orang lantas sibuk mencari ‘kambing hitam’; ada yang menyalahkan kota Bogor sebagai pengirim banjir, ada yang menyalahkan pemerintah yang tidak tegas terhadap perencanaan perkotaan, ada yang mengatakan ini takdir dan lain sebagainya.

Saya rasa tidak ada orang yang mau disalahkan, saya juga demikian. Terlebih lagi, lebih mudah melihat kesalahan orang lain. Akan tetapi, kerugian mendapatkan ‘kambing hitam’ adalah secara tidak langsung kita berhenti introspeksi diri, membenahi diri ataupun melakukan sesuatu. Hal inilah yang membuat bencana terus berulang, bumi semakin hancur, dan pasokan air semakin menipis.

Dahulu orang mengatakan bahwa air tak akan habis, tapi dahulu mereka bahkan tak bermimpi es di kutub utara bisa mencair seperti yang saat ini terjadi. Melihat fenomena ini, kita dapat sama-sama menanyakan ini pada diri kita, “Apakah masih ada air bersih untuk semua di masa depan? Atau hanya sebagian kecil orang saja yang memiliki akses air bersih karena air sudah jadi barang langka?” Sebelum ini terjadi, apa yang kita dapat lakukan? Apa yang Anda ingin lakukan?

Berikan Sanksi Berat Kepada Perusak Alam

Oleh : Suta Widhya,
Utan Kayu, Jakarta.


Keberadaan air sangat mutlak bagi umat manusia. yaitu untuk air wudhu dan MCK. Fasilitas air yang minim memaksa panitia langsung memesan air pada PDAM setempat untuk satu kali kiriman dengan mobil tangki setiap pagi harinya untuk diisi di bak penampungan. Itulah pengalaman ketika mengikuti kegiatan amal di Padang yang melibatkan peserta dari berbagai daerah.

Bila panitia semata-mata mengandalkan suplai air tanah yang hanya mampu memasok bak penampung ukuran kecil, maka akan sengsaralah 99 orang yang menjadi peserta kegiatan ini, padahal bak MCK massal yang terletak terpisah dari rumah panggung itu perlu diisi demi kebutuhan para peserta.

Selain fenomena di atas, ada laporan peserta dari Ingragiri Hulu, Rengat, yang mengatakan,bahwa transportasi antara Rengat ke Tembilahan tidak lagi memakai Speed Boat atau Kapal Fery. Air Sungai sudah lama menyusut karena kerusakan hutan. Sekarang jarak Rengat ke Tembilahan sudah dilalui dengan melalui jalan darat. Kabar ini menyakitkan sekali. Ternyata kerusakan alam sudah terjadi dimana-mana. Menyusutnya air sungai di Indragiri diakibatkan pendangkalan dan kerusakan hutan di wilayah sekitar.

Menyelamatkan air bagi umat manusia sudah pasti dengan menjaga lingkungan hidup . Menjaga air bukan hanya untuk masa kini, tapi juga untuk masa depan. Pengajaran agama Islam akan lebih efektif, andaikan aplikasi di lapangan sesuai antara kata yang terucap dan perbuatan yang dilakukan. Hemat pemakaian air mestilah dilakukan dari diri sendiri. Bila dikatakan bahwa kerusakan di muka bumi adalah karena ulah tangan manusia, maka jangan pula menyalahkan siapa-siapa.

Sanksi bagi para perusak hutan sepantasnya sama dengan sanksi yang dijatuhkan kepada para pembunuh umat manusia. Sebab, dengan merusak hutan sama dengan merusak kehidupan, manusia dan mahkluk hidup lainnya. Berikan sanksi berat kepada perusak alam!

Rendahnya Kesadaran Untuk Menjaga Air

Oleh : Muhamad Dong
Ciputat, Jakarta.

Sudah tidak bisa disanggah lagi bahwa kesadaran masayarakat untuk menjaga air sangat rendah, seiring dengan perubahan waktu kondisi air semakin memprihatinkan penebangan hutan masih merajalela, tingkat pencemaran aliran sungai semakin tinggi dan ruang-ruang terbuka sebagai sumber resapan air semakin sedikit.

Kebiasaan tidak terpuji ini dapat mengakibatkan mala petaka besar yang bisa mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Banjir yang terjadi belakangan ini merupakan contoh yang dapat dipetik sebagai pelajaran untuk menuai kesadaran bersama agar kita semua dapat menjaga air dengan baik.

Bisa disimpulkan bahwa tingkat pencemaran linkungan baik itu dalam skala kecil maupun besar sudah menjadi kebiasaan buruk ditengah masayarakat kita. Sikap yang tidak ramah terhadap linkungan membuat kita semena-semena terhadap alam, padahal disisi lain alam merupakan titipan yang harus dijaga dan dipelihara agar dapat memberi mamfaat bagi kehidupan manusia.
Air merupakan sumber kehidupan, dan banyak sekali mamfaat air yang dapat diambil bagi kehidupan manusia sudah sepantasnya untuk kita jaga dan pelihara dengan baik agar kelestarian air dapat kita wariskan pada generasi mendatang.

Tidak perlu kita berpikir mencari cara yang lebih canggih untuk menjaga air, karena untuk menjaga air cukup dengan cara yang sangat mudah untuk dilakukan. dengan memelihara lingkungan, membuat taman-taman sebagai sumber resapan air, stop membuang sampah atau limbah kesungai dan berhenti menggunduli hutan berarti kita sudah menjaga keselamatan air dengan baik.

Peringatan hari air sedunia yang jatuh apda bulan Maret ini dapat kita jadikan sebagai momentum untuk menggugah kesadaran bersama dalam menjaga dan menyelamatkan air. Mari kita mulai dari diri sendiri untuk berperan aktif dalam menjaga air, agar kita dapat mewariskan air yang bersih buat anak cucu kita nanti. “Bening airku cerdas generasiku, biarkanlah airku mengalir sampai jauh”. Selamat hari air sedunia,.

Thursday, March 22, 2007

Bencana, Sebuah Tamparan untuk Pembelajaran

Oleh : Stephanie Anggraini Surya,
Manggarai, Jakarta.

Saya termasuk generasi ‘So what gitu loh’ alias cuek dengan masalah air. Mulai dari masalah air bersih, air dipelihara dengan baik atau diselewengkan, pengadaan air, monopoli air hingga kekisruhan di PDAM, saya tidak tertarik untuk tahu, apalagi mencari tahu.

Hal ini berlangsung hingga ada krisis air yang terjadi saat saya sedang mengikuti kegiatan rohani di desa Megamendung, Bogor. Tanah longsor, saluran air terhambat, air mati. Mimpi buruk dimulai. Hampir semua orang panik karena baik air minum maupun air di kamar mandi ludes, sedangkan acara masih akan berlangsung hingga 2 hari lagi.

Dalam 30 menit, pasokan air minum yang ada di toko-toko sekitar pun terjual habis. Jangankan satu ember, bisa dapat satu gayung air saja sudah membuat saya senang bukan main. Mengalami situasi ini membuat saya membuka mata dan sadar akan berharganya nilai air. Karena kejadian ini lah, saya jadi lebih menghargai air dan ingin merubah sikap saya yang cuek ini.

Saya setuju sekali dengan perkataan teman saya, “Orang bisa salah, bencana bisa terjadi. Akan tetapi, jika kita tak belajar dari itu, kita bukan manusia. Karena cuma manusia yang bisa belajar.” Saya mulai belajar berubah dari hal yang kecil; membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon di areal tempat tinggal saya, menggunakan air seefektif dan seefisien mungkin, serta bergabung dalam LSM yang juga peduli akan masalah air, Gerakan Peduli Sekitar Kita.

Saya percaya perubahan sekecil apapun yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh akan berdampak positif pada lingkungan kita. Nah sekarang, tanyakan pada diri anda, perubahan apa yang ingin Anda lakukan?

Air Milik Siapa ?

Oleh : Moch Arif Makruf,
Demak, Jawa Tengah.


Tidak dapat di pungkiri bahwa air adalah penting dalam kehidupan kita. Setiap hari kita memerlukannya. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana kita dapat hidup sehari tanpa air. Begitu besarnya manfaat air bagi kita,sehingga sangat di perlukan pengelolaan sumber daya air sebaik mungkin agar semua masyarakat dapat mendapatkan manfaatnya.

Tetapi ada kalanya air menjadi sebuah bencana bagi manusia tatkala musibah banjir dan tanah longsor menghampiri kita. Padahal kita semua tahu air hanya mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Sehingga menyalahkan air dalam semua bencana yang menimpa kita sama saja menyalahi hukum alam.

Permasalahan yang terpenting adalah bagaimana mengelola air agar tidak menjadi sebuah produk yang di eksploitasi secara membabi buta untuk kepentingan segelintir orang. Negara telah mengatur tentang air dalam pasal 33 UUD 1945. Tetapi dalam pengelolaan air hanya menempatkan seorang Menteri Pekerjaan Umum yang mempunyai tanggung jawab yang tidak mengkhususkan pada masalah air.

Melihat besarnya fungsi air sudah sepatutnya di berikan seorang Menteri yang khusus menangani air. Dengan adanya sebuah Kementerian yang khusus menangani air di harapkan masyarakat akan mendapatkan manfaat lebih besar dari air dan juga dimungkinkan penggunaan air selain sebagai konsumsi kebutuhan manusia, misalnya pembangkit energi alternatif.

Selama air belum mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah, perhatian pada energi minyak bumi dan batu bara lebih mendapatkan fokus yang lebih besar mengingat devisanya yang besar untuk kas Negara.Perhatian terbesar pemerintah terhadap masalah air hanya ketika air mendatangkan bencana. Ketika bajir, tanah longsor dan kekurangan air. Tidak adanya perencanaan air secara komprehensif memang tidak dapat dilihat hasilnya sekarang,seperti energi Minyak bumi dan Batu Bara. Tetapi melupakan perencanaan pengelolaan air,akan mendatangkan bencana kemanusiaan pada beberapa tahun yang akan datang.

Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan air di sebabkan oleh kepemilikan air yang tidak bertuan. Setiap hari melihat air terbuang di sekitar kita. Tidak ada yang mampu mencegahnya.siapakah sebenarnya pemilik air? Jika air sudah menemukan tuannya dan penjaganya yang bijaksana niscaya air dapat di pelihara sebaik-baiknya.

Kaki Ceremai yang Dulu Permai, Kondisinya Kini di Tahun 2107

Oleh : Tatit Palgunadi,
Bandar Lampung, Lampung.

Mata air di sekitar kawasan Gunung Ciremai yang telah berabad-abad menjadi sumber kehidupan warga sekitar, kini telah kering dan lenyap. Perlahan, sejak hutan digunduli menjelma menjadi rumah, ruko, pabrik, pencemaran limbah rumah tangga dan industri karena banyaknya tempat pembuangan sampah liar, penambangan galian dan sisa kebakaran yang menghanguskan ribuan pohon di lereng gunung itu, membuat Ciremai tidak lagi permai.

Warga sedih, marah. Pemerintah negeri Mimpi panik. Akhirnya malam ini, pemerintah negeri Mimpi menggelar panggung Tarian Mata Air. Sang penari berlenggang berlenggok lalu menghentak-hentakkan kaki ke bumi, berharap Dewi Kesuburan akan terbangun dan menghidupkan kembali mata air yang sedang bersembunyi.

Sementara di sebuah rumah temaram, seorang tua menulis kepada masa kini. Isinya begini:

Surat Dari Masa Depan, Kepada seluruh penghuni Bumi

Dulu, di masa kecil kami menikmati hangatnya rumput hijau kala berguling-guling di tanah lapang. Dulu, kami riang gembira menceburkan diri ke sungai nan jernih dan deras. Tapi dulu kami juga membuang sampah sembarangan, tidak suka ada pohon di halaman, mencuci dan membuang limbah.

Kami tidak tahu akibatnya, Kami tidak patuh pada nasehat, Kami tidak peduli nasib Kami sendiri dan anak cucu di masa depan. Tarian Mata Air tidak dapat menghentikan air mata. Bahkan air mata yang menitik ke tanah pun tidak dapat berkumpul menjadi mata air.

Tidak ada guna menangis sekarang ataupun nanti. Beritahu dan ajak semua generasi, Jagalah bumi dan air kita. Jangan sampai merasa segalanya berarti setelah kehilangan terjadi.

Air untuk Anak Cucu

Oleh : Bekti Prawidyarini , SH
Gempol, Jakarta.


Semua orang tahu pentingnya air. Air sumber kehidupan. Untuk manusia, untuk tanaman, untuk hewan-hewan, untuk semua makhluk hidup dialam semesta ini. Peliharalah air untuk kehidupan, karenanya peliharalah lingkungan dengan memelihara tanaman, sungai, selokan serta buanglah sampah pada tempatnya.

Peliharalah air untuk kehidupan, dengan menggunakan seluruh sumberdaya yang ada secara seperlunya. Gunakan listrik seperlunya, gunakan minyak tanah seperlunya, gunakan gas seperlunya, gunakan mobil seperlunya dan makanlah secukupnya sebagaimana Rasullulah Nabi Muhammad mencontohkan “berhentilah makan sebelum kenyang”.
Gunakanlah air seperlunya untuk mandi, mencuci, menyikat gigi, memasak, mencuci mobil dan jangan hamburkan selagi masih ada. Peliharalah air untuk kehidupan, dengan tidak menebang pohon-pohon secara sembarangan.
Wahai pengusaha hutan, tolong dengarkan hati nurani, tolong tanami kembali hutan yang ditebang, tolong pikirkan air untuk anak cucu. Peliharalah air untuk kehidupan, dengan tidak menggali air tanah sesuka hati. Wahai pengusaha perumahan, tolong dengarkan hati nurani, tolong buat serapan air agar air tidak terbuang, tolong pikirkan air untuk anak cucu. Peliharalah air untuk kehidupan, dengan tidak membuat sampah plastik kian menggunung. Wahai pengusaha plastik, tolong dengarkan hati nurani, tolong cari pengganti plastik agar mudah di urai kembali oleh tanah, tolong pikirkan air untuk anak cucu.

Peliharalah air untuk kehidupan, dengan membayangkan saat dimana air menjadi barang langka yang lebih mahal dari emas permata, dimana orang rela berkorban nyawa demi segalon air, saat dimana tanah tandus menjadi pemandangan biasa, saat dimana manusia tampak lebih cepat berkerut karena kekurangan air, saat dimana penderita sakit ginjal meningkat karena kurang minum, saat dimana baju tidak lagi dicuci karena tidak ada air, saat dimana anak-anak lahir membawa kelainan karena kekurangan air.

Wahai Presiden tolong cegah semua itu agar tidak terjadi. Tolong peliharalah air. Tolong pikirkan air untuk anak cucu. Mulai hari ini mari tanam janji dalam hati untuk memberikan air untuk anak cucu.

Kecil Jadi Kawan, Besar Jadi Lawan

Oleh : Sucinanjaya,
Bekasi, Jawa Barat

Itulah air yang dalam kehidupan kita sehari-hari menjadi salah satu kebutuhan pokok. Air tak dapat kita pisahkan dalam kehidupan ini. Tanpa air kita menderita, tetapi dengan adanya air yang berlebihan juga akan membuat kita menderita. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan adanya dilema ini? Jawabannya mudah saja dan untuk mengetahui jawabannya, marilah kita telusuri permasalahan ini satu per satu.

Sebenarnya apa sih yang membuat air itu membahayakan? Di awal tulisan ini, saya menuturkan kalimat.”Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan.” Air membahayakan jika jumlahnya yang besar dan menyebabkan kerusakan. Ini yang kita kenal dengan sebutan banjir. Banjir akan sangat merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Simak saja banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia terutama kota Jakarta bulan lalu. Banyak kerusakan yang diakibatkan dari banjir ini baik material maupun immaterial. Bahkan banjir ini telah merenggut nyawa saudara-saudara kita.

Lalu siapa yang harus kita salahkan dengan adanya banjir ini? Yang jelas penyebab utama dari terjadinya banjir ini adalah manusia. Bagaimana air bisa mengalir dengan lancar jika sungai dipenuhi dengan sampah-sampah. Bagaimana pohon-pohon di hutan bisa menahan air dan menjadi resapan air jika mereka ditebang dengan semena-mena. Dan bagaimana air bisa meresap ke dalam tanah jika daerah resapan air telah disulap menjadi mall-mall megah dan pemukiman-pemukiman elit. Kita harus mulai mengaca diri dengan apa yang telah kita lakukan selama ini.

Jika kita ingin supaya bencana-bencana ini dapat berlalu, seharusnyalah kita lebih bijaksana dalam memperlakukan bumi ini. Ingatlah bahwa pemilik bumi ini bukan hanya kita saja, tetapi anak cucu kita nantinya yang akan mewarisi bumi ini. Apakah bumi yang rusak yang akan kita wariskan kepada mereka? Sadarlah wahai kau manusia.

Wednesday, March 21, 2007

Selamatkan Mata Air Indonesia

Oleh : Reza Pratama,
Tangerang, Banten.

Air merupakan kebutuhan vital manusia agar dapat bertahan hidup. Air adalah sumber kehidupan, tidak saja untuk manusia, tetapi juga tumbuhan dan hewan.

Dari ketiga mahluk yang menghuni bumi ini, manusialah yang paling berperandalam perubahan persediaan air di bumi. Manusia dapat mempengaruhi jumlah air yang ada di dunia. Itu terjadi karena manusia adalah pengguna air terbesar. Air digunakan manusia untuk minum, mandi, mencuci bahkan untuk kebutuhan industri.

Dalam memperingati hari air sedunia, patutlah kiranya kita lebih memperhatian ketersediaan air di bumi. Penebangan hutan, pencemaran air, pemborosan dalam penggunaan air adalah beberapa faktor yang menyebabkan kelangkaan air di dunia.

Permasalahan kian rumit ketika bertambahnya jumlah penduduk, tidak diimbangi dengan persediaan air. Terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan persediaan air. Wilayah yang seharusnya menjadi daerah resapan air, dengan tanpa pertimbangan diubah menjadi villa, rumah mewah dan tempat hiburan. (Surat pembaca ini dimuat di Media Indonesia, Kamis, 22 Maret 2007).

Tuesday, March 20, 2007

Air Sumber Kehidupan

Oleh : Budi Purnomo,
Pesanggrahan, Jakarta

Begitu banyaknya manfaat air bagi kehidupan manusia, membuat kita seringkali menyepelekan kehadirannya di lingkungan kita. Kita baru peduli terhadap air, tatkala menyaksikan atau mengalami sendiri bencana yang diakibatkan oleh air : kekeringan, air pam mati, kehausan, saluran air yang tersendat, bahkan banjir.

Kita sering lupa bahwa bahaya yang dibawa oleh air juga berasal dari ulah manusia sendiri. Kita seringkali tidak amanah dalam menjaga dan melestarikan alam di hulu sana . Penggundulan hutan yang semena-mena dan betonisasi daerah resapan air menjadi akar semua masalah yang berkaitan dengan air – yang sesungguhnya juga sudah kita ketahui bersama.

Oke, kita tidak usaha saling menyalahkan. Justeru mari membangun kesadaran bersama untuk menyelamatkan air demi masa depan kehidupan anak-cucu kita, melalui upaya pelestarian alam dan lingkungannya. Selamat Hari Air Sedunia, di bulan Maret 2007 ini. (Surat Pembaca ini dimuat di Harian Media Indonesia, 12 Maret 2007).

Perlakukan Alam dan Air dengan Nurani

Oleh : Debiyani Tedjalaksana,
Garut, Jawa Barat

Alam/Bumi dengan segala isinya, termasuk manusia merupakan ciptaan Tuhan YME yang ditakdirkan untuk saling medukung dalam memelihara dan menjaga kelangsungan kehidupan di bumi ini.

Tuhan YME menganugerahkan air, tumbuh-tumbuhan juga hewan agar manusia dapat melanjutkan kehidupannya , jugaTuhan YME telah menjadikan manusia sebagai mahluk ciptaannya yang paling sempurna karena dalam proses penciptaannya manusia diberikan bonus Akal dan Budi.

Tuhan menganugerahkan Alam, agar manusia dapat berupaya mengolah alam dan isinya untuk kesejahteraan hidup umat manusia umumnya, dan Tuhan menganugerahkan Budi, agar nurani juga menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan suatu perbuatan.
Dengan demikian, seharusnya manusia menjadi mahluk yang sangat bijaksana karena memiliki akal dan budi.

Namun dalam kenyataannya, ibarat Jauh panggang dari api karena manusia sebagai mahluk paling sempurna ternyata hanya menggunakan akalnya yang didukung dengan berbagai ilmu yang dikuasai, mengeruk habis alam dan isinya tanpa pernah peduli untuk menjaga kelestariannya.

Hutan menjadi gundul karena nilai jual kayu sangat menjanjikan keuntungan yang menggiurkan, dan seakan tak peduli bahwa tanpa pohon maka tak ada penahan air untuk persediaan manakala kemarau tiba.

Lahan resapan airpun diganyang habis, dalam sekejap berubah wujud menjadi Komplex Vila atau Real Estate, mereka tak peduli pada akibatnya yang akan menyengsarakan banyak umat manusia.

Banjir dan longsor, itulah bagian cerita tetap setiap kali musim hujan tiba dan sebaliknya kekeringan juga kesulitan air bersih menjadi bagian cerita saat kemarau datang. Sebenarnya Alam sudah begitu baik pada umat manusia, kebutuhan hidup dan kenikmatan selalu manusia dapat rasakan dari alam ini. Namun ternyata manusia merupakan mahluk rakus dan tak tahu membalas budi, sehingga alam dan airpun seringkali harus berubah menjadi sesuatu yang menakutkan.

Oleh karena itu dalam rangka merayakan Hari Air Sedunia, marilah kita PERLAKUKAN ALAM DAN AIR DENGAN NURANI karena tanpa air manusia tak mungkin bisa melanjutkan kehidupannya. Pergunakan air seefisien mungkin dan ingatlah masih banyak umat manusia membutuhkannya, kita harus sadar kelangkaan air bersih telah menjadi bagian nyata dalam kehidupan sebagai akibat dari perangai manusia juga yang tak pernah bisa peduli.

Duta-Duta Kecil Air Kita

Oleh : Bambang Haryanto,
Wonogiri, Jawa Tengah

David Beckham ketika kecil pernah berfoto bersama manajer tim Manchester United, Sir Alex Ferguson. Beberapa tahun kemudian, David Beckham menjadi pemain tim Setan Merah tersebut dan dilatih oleh Sir Alex pula. Ada dua pesan moral dari cerita bagus ini. Pertama, bercita-citalah yang tinggi sejak kecil. Kedua, jangan meremehkan anak-anak kecil, karena merekalah sang pemilik masa depan.

Kedua pesan moral itu bila di negara-negara yang maju industri sepakbolanya, seperti di Inggris, Jerman dan Italia, diwujudkan dengan aktivitas yang cerdas ketika anak-anak kecil selalu dilibatkan dalam sebuah pertandingan sepakbola. Lihatlah, mereka ikut berparade bersama para pemain. Mereka memperoleh pengalaman hebat, yang tidak terlupakan seumur hidupnya. Mereka sejak kecil diajar secara terlibat untuk mencintai sepakbola, klub kotanya, dan sekaligus dilatih untuk menghayati nilai-nilai sportivitas yang luhur dari sepakbola. Coba bandingkan dengan apa yang terjadi dalam pertandingan sepakbola di tanah air. Ritus yang melibatkan anak-anak itu tidak ada sama sekali !

Contoh pelibatan anak-anak dalam teater sepakbola di atas, hemat saya harus pula diaplikasikan dalam aktivitas dan upaya kita menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sumber daya air yang bijak, rasional, dan berdimensi masa depan. Pada tahun 1989-1997, sebagai penduduk Rawamangun, saya hampir setiap pagi melakukan olahraga jalan kaki pagi. Antara lain hingga mencapai daerah Jatinegara Kaum. Setiap kali pula saya istirahat sekitar setengah jam untuk membaca-baca buku yang saya bawa dari rumah, di depan kompleks instalasi pengolahan air bersih di Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.

Kini saya bayangkan fasilitas instalasi itu kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata pendidikan bagi anak-anak. Kemudian tanah lapangnya yang luas dan hijau itu, suatu hari, dapat disulap secara insidentil menjadi arena bermain anak-anak, tentu saja yang berkaitan dengan air. Kita dapat meneladani apa yang terjadi di Singapura, di mana anak-anak diajar menghayati mengenai air dengan segala dimensinya ketika mereka diajak bermain-main di kolam renang.

Bagaimana untuk anak-anak kita ? Kalau untuk menamakan kesadaran tentang kesehatan dikenal adanya Dokter Kecil, mengapa tidak dirintis upaya mengajak anak-anak untuk menyadari pentingnya masa depan kelestarian air bagi mereka dengan mengangkat mereka sebagai Duta-Duta Kecil Air ? Pelbagai kegiatan kreatif dan rekreatif bagi mereka, terbuka luas untuk digagas dan dikreasi dalam upaya untuk menyentuh mereka. Potensi dan ragam kegiatannya hanya dibatasi oleh imajinasi.

Intinya, dengan keterlibatan yang mereka reguk dan resapi melalui paparan yang menggembirakan itu, mereka pasti lebih menghayati seluk-beluk problema air sejak dini, sehingga mampu menjadi panduan yang bijak bagi masa depan dirinya, bahkan dalam sepanjang hidup mereka.

Krisis Air dan Komunitas Air

Oleh : Bambang Haryanto,
Wonogiri, Jawa Tengah.

Robert M. Pirsig dalam Zen and the Art of Motorcycle Maintenance (1981) pernah bertamsil : problem bisa tidak terlihat karena problem itu memang terlalu kecil, atau justru problem itu terlalu besar. Masalah krisis air bersih yang nyata-nyata semakin mengancam dunia termasuk problema yang terlalu besar, sehingga justru tidak terlihat oleh sebagian besar umat manusia. Mereka baru tersengat kesadarannya apabila muncul bencana banjir atau kekeringan yang langsung bersentuhan dengan hidup mereka. Bila hal tersebut tidak terjadi, maka ancaman yang terlalu besar tadi kembali tidak mereka lihat lagi.

Kunci solusinya : penyadaran atau edukasi terhadap masyarakat mengenai masalah air dengan segala problematikanya di masa depan, merupakan hal mutlak untuk dilakukan secara terus-menerus. Upaya Perdamsi bersama JEJak dalam mengajak masyarakat menyuarakan pendapat mereka dalam bentuk aktivitas lomba menulis surat pembaca, merupakan terobosan bagus. Momentum ini harus terus dijaga dan dilestarikan. Misalnya dengan cara yang saya usulkan berikut ini : semua peserta lomba berusaha “diikat” dalam sebuah jaringan komunitas pemerhati air.

Dengan ketentuan yang dibuat luwes dan tetap bertanggung jawab, masing-masing peserta lomba diberi piagam untuk mengikat diri mereka secara terhormat sebagai warga komunitas pemerhati air. Dan juga diberi hadiah email gratis, misalnya “widyawati@cintaair.org.” Piagam tersebut, yang pasti akan mereka pamerkan kepada teman dan kerabat, karena hal ini sangat manusiawi, merupakan simbol pengukuhan diri mereka secara subtil sebagai mitra, fellows, sekaligus sebagai petugas humas sukarela untuk mempromosikan masalah air kepada komunitas di sekitar mereka. Baik secara lisan mau pun melalui surat-surat pembaca mereka.

Demikian pula dengan email tersebut. Dengan domain email, sebagai contoh di atas, “cintaair.org,” hal ini juga merupakan simbol prestise dirinya sebagai warga yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian air dan lingkungan. Tentu saja, disamping manfaat praktis, dengan email tersebut akan memudahkan mereka menerima, mengirimkan info-info terbaru tentang keadaan air di dunia dewasa ini dan masa depan, pendek kata memudahkan mereka berinteraksi dengan sesama warga komunitas dan juga dengan masyarakat luas.

James Surowiecki dalam bukunya The Wisdom of Crowds: Why the Many Are Smarter Than the Few and How Collective Wisdom Shapes Business, Economies, Societies and Nations (2004), menyatakan bahwa agregasi informasi dari kerumunan seringkali lebih bagus dibanding informasi yang diputuskan oleh seseorang individu. Merujuk hal tersebut maka seyogyanya perusahaan pengelola sumber daya air harus juga mulai mendengarkan dan memperhatikan fenomena ini, demi kebaikan mereka sendiri dan kebaikan bagi masyarakat luas.