Oleh : Muhammad Mukhlisin,
Ciputat, Tangerang.
Profesor Masaru Emoto, seorang peneliti dari Hado Institute di Tokyo Jepang, pada tahun 2003 Emoto menemukan bahwa partikel kristal air terlihat menjadi "indah" dan "mengagumkan" apabila mendapat reaksi positif disekitarnya, misalnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Namun partikel kristal air terlihat menjadi "buruk" dan "tidak sedap dipkitang mata" apabila mendapat efek negatif disekitarnya, seperti kesedihan dan bencana. Lebih dari dua ribu buah foto kristal air terdapat didalam buku Message from Water (Pesan dari Air) yang dikarangnya.
Meskipun pendapat Profesor Masaru Emoto diatas masih kontroversial, namun setidaknya kita dapat memadukan rasionalitas logika kita mengenai air disekitar alam kita dengan penelitian diatas. Coba sejenak kita renungkan, air yang dirawat dalam suatu kolam renang, yang setiap pagi dibersihkan dari berbagai macam sampah dan dijaga rapi pemakaiannya. Yang nampak terlihat adalah gambaran keindahan, kesejukan dan kesegaran air.
Pantaslah jika banyak orang yang menginginkan berenang disitu. Tetapi jika kita lewat dalam suatu lokasi perindustrian, coba sedikit kita amati bagaimana keadaan air disekitar lokasi tersebut. Warna hitam pekat, bau menyengat dan yang lebih parah lagi dengan sampah-sampah yang bergenangan dimana-mana. Apakah kita masih mau berenang diair bak racun tersebut, ikan saja tidak mau apalagi manusia.
Yang paling penting dari gambaran diatas adalah bagaimana kita sebagai manusia yang notabene sebagai konsumen isi alam bisa menjaga kelestarian alam terutama air. Karena yang membutuhkan air bukan hanya kita saja tapi anak cucu kita nantinya juga akan membutuhkan setetes kehidupan air. Coba bayangkan bagaimana nasib anak cucu kita nantinya jika tanpa air. Apakah tega jika nantinya melihat anak cucu kita harus mandi atau minum dari air limbah yang sekarang kita buat.
Oleh sebab itu, mulai dari sekarang dan mulai dari diri kita masing-masing, bersama-sama kita mengintropeksi diri untuk meningkatkan kesadaran akan semakin menurunnya kualitas dan kuantitas air yang tersedia. Serta meningkatkan kepedulian akan pentingnya konservasi dan pelestarian serta perlindungan air. Dan kepada pemerintah diharapkan meningkatkan kepeduliannya terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan terutama air. Serta bersinergi dengan lembaga-lembaga yang sudah ada baik negeri maupun swasta atau nasional maupun internasional dalam rangka menjaga kelestarian dan penyelamatan air.
Thursday, March 29, 2007
Mengganti Lapangan Beton
Oleh : Kukuh Widyatmoko
Malang, Jawa Timur
Tanggal 22 Maret adalah Hari Air Sedunia. Kesadaran, bahwa jumlah air masih terbatas, belumlah merata. Warga Malang sampai saat ini masih belum merasa dampak dari kurangnya ramah terhadap lingkungan. Rumput hijau pun sudah berganti dengan rumput-rumput beton. Rumput-rumput gedung, dan bangunan.
Kita semua warga Malang sunguh tidak menginginkan mengalami kekurangan air. Tetapi kalau terus dilakukan rumput hijau berganti dengan gedung, rumput paving dan sejenisnya, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan Malang mengalami kekuarangan air. Yang dapat dilakukan sekarang adalah mengurangi pemanfaatan paving sebagai material pengganti rumput hijau. Mengurangi pembanguan gedung dan bangunan di daerah hijau terlebih resapan air.
Otonomi daerah tidak dijadikan alasan pembenar, mengurangi daerah resapan air dengan mendirikan bangunan gedung dan sejenisnya. Sebagai warga Malang, saya menyarankan agar daerah resapan air yang semakin sempit tidak dipersempit lagi. Sebaliknya, pemerintah daerah menambah ruang terbuka hijau. Agar dapat bermain sepak bola di lapangan rumput bukan dilapangan beton, kasian. (Tulisan ini dimuat di Kompas, Edisi Jawa Timur, 29 Maret 2007).
Malang, Jawa Timur
Tanggal 22 Maret adalah Hari Air Sedunia. Kesadaran, bahwa jumlah air masih terbatas, belumlah merata. Warga Malang sampai saat ini masih belum merasa dampak dari kurangnya ramah terhadap lingkungan. Rumput hijau pun sudah berganti dengan rumput-rumput beton. Rumput-rumput gedung, dan bangunan.
Kita semua warga Malang sunguh tidak menginginkan mengalami kekurangan air. Tetapi kalau terus dilakukan rumput hijau berganti dengan gedung, rumput paving dan sejenisnya, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan Malang mengalami kekuarangan air. Yang dapat dilakukan sekarang adalah mengurangi pemanfaatan paving sebagai material pengganti rumput hijau. Mengurangi pembanguan gedung dan bangunan di daerah hijau terlebih resapan air.
Otonomi daerah tidak dijadikan alasan pembenar, mengurangi daerah resapan air dengan mendirikan bangunan gedung dan sejenisnya. Sebagai warga Malang, saya menyarankan agar daerah resapan air yang semakin sempit tidak dipersempit lagi. Sebaliknya, pemerintah daerah menambah ruang terbuka hijau. Agar dapat bermain sepak bola di lapangan rumput bukan dilapangan beton, kasian. (Tulisan ini dimuat di Kompas, Edisi Jawa Timur, 29 Maret 2007).
Subscribe to:
Posts (Atom)