Oleh : Stephanie Anggraini Surya,
Manggarai, Jakarta.
Saya termasuk generasi ‘So what gitu loh’ alias cuek dengan masalah air. Mulai dari masalah air bersih, air dipelihara dengan baik atau diselewengkan, pengadaan air, monopoli air hingga kekisruhan di PDAM, saya tidak tertarik untuk tahu, apalagi mencari tahu.
Hal ini berlangsung hingga ada krisis air yang terjadi saat saya sedang mengikuti kegiatan rohani di desa Megamendung, Bogor. Tanah longsor, saluran air terhambat, air mati. Mimpi buruk dimulai. Hampir semua orang panik karena baik air minum maupun air di kamar mandi ludes, sedangkan acara masih akan berlangsung hingga 2 hari lagi.
Dalam 30 menit, pasokan air minum yang ada di toko-toko sekitar pun terjual habis. Jangankan satu ember, bisa dapat satu gayung air saja sudah membuat saya senang bukan main. Mengalami situasi ini membuat saya membuka mata dan sadar akan berharganya nilai air. Karena kejadian ini lah, saya jadi lebih menghargai air dan ingin merubah sikap saya yang cuek ini.
Saya setuju sekali dengan perkataan teman saya, “Orang bisa salah, bencana bisa terjadi. Akan tetapi, jika kita tak belajar dari itu, kita bukan manusia. Karena cuma manusia yang bisa belajar.” Saya mulai belajar berubah dari hal yang kecil; membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon di areal tempat tinggal saya, menggunakan air seefektif dan seefisien mungkin, serta bergabung dalam LSM yang juga peduli akan masalah air, Gerakan Peduli Sekitar Kita.
Saya percaya perubahan sekecil apapun yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh akan berdampak positif pada lingkungan kita. Nah sekarang, tanyakan pada diri anda, perubahan apa yang ingin Anda lakukan?
Thursday, March 22, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment