Oleh : Tatit Palgunadi,
Bandar Lampung, Lampung.
Mata air di sekitar kawasan Gunung Ciremai yang telah berabad-abad menjadi sumber kehidupan warga sekitar, kini telah kering dan lenyap. Perlahan, sejak hutan digunduli menjelma menjadi rumah, ruko, pabrik, pencemaran limbah rumah tangga dan industri karena banyaknya tempat pembuangan sampah liar, penambangan galian dan sisa kebakaran yang menghanguskan ribuan pohon di lereng gunung itu, membuat Ciremai tidak lagi permai.
Warga sedih, marah. Pemerintah negeri Mimpi panik. Akhirnya malam ini, pemerintah negeri Mimpi menggelar panggung Tarian Mata Air. Sang penari berlenggang berlenggok lalu menghentak-hentakkan kaki ke bumi, berharap Dewi Kesuburan akan terbangun dan menghidupkan kembali mata air yang sedang bersembunyi.
Sementara di sebuah rumah temaram, seorang tua menulis kepada masa kini. Isinya begini:
Surat Dari Masa Depan, Kepada seluruh penghuni Bumi
Dulu, di masa kecil kami menikmati hangatnya rumput hijau kala berguling-guling di tanah lapang. Dulu, kami riang gembira menceburkan diri ke sungai nan jernih dan deras. Tapi dulu kami juga membuang sampah sembarangan, tidak suka ada pohon di halaman, mencuci dan membuang limbah.
Kami tidak tahu akibatnya, Kami tidak patuh pada nasehat, Kami tidak peduli nasib Kami sendiri dan anak cucu di masa depan. Tarian Mata Air tidak dapat menghentikan air mata. Bahkan air mata yang menitik ke tanah pun tidak dapat berkumpul menjadi mata air.
Tidak ada guna menangis sekarang ataupun nanti. Beritahu dan ajak semua generasi, Jagalah bumi dan air kita. Jangan sampai merasa segalanya berarti setelah kehilangan terjadi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment