Tuesday, March 27, 2007

Selamatkan Emas Biru Kita

Oleh : WA Wicaksono,
Kramat Jati, Jakarta.


Mungkin tak banyak yang perduli bahwa 22 Maret telah didaulat sebagai “World Water Day”. Hal ini telah disepakati dalam KTT Bumi di Rio de Janero, 1992, & ditegaskan PBB melalui Resolusi No. 147/1993. Sejak itu, berbagai tema mengenai perlunya kelestarian air telah digulirkan setiap tahunnya.

Tahun ini sebagai peringatan ke-15, PBB mengangkat tema “Coping with Water Scarcity” (Mengatasi Kelangkaan Air), sedangkan Indonesia sendiri memilih tema “Mengatasi Kelangkaan Air dan Menghadapi Banjir Secara Terpadu”. Namun adakah peringatan tersebut mampu membawa kesadaran tersendiri pada manusia ataukah menjadi sekedar seremonialitas yang sia-sia belaka?

Seharusnya fenomena yang terjadi di alam nyata cukup menyadarkan kita betapa berharganya air bagi kehidupan ini. Semakin langkanya air berkualitas, semakin mahalnya air bersih dalam kemasan, semakin dalamnya air tanah, semakin cemarnya air sungai, semakin sulitnya air untuk pengairan, dan semakin ganasnya banjir yang menerjang benar-benar merupakan sebuah kenyataan yang tak bisa kita pungkiri kehadirannya.

Lalu, kapan lagi kita akan mulai melakukan upaya nyata untuk menghemat air, menjaga kelestariannya, melindunginya dari upaya eksploitasi dan pencemaran serta memandangnya sebagai benda yang benar-benar berharga sehingga layak kita sebut sebagai emas biru?
Ironinya, tepat pada 22 Maret kemarin, pagi saat berangkat kerja, aku masih melihat orang-orang yang dengan cueknya membuang buntalan-buntalan sampah ke sungai, tanpa beban sedikit pun. Di depan beberapa perumahan mewah, masih kulihat orang-orang mencuci mobil dengan air yang berlimpah ruah. Di pinggir-pinggir jalan, masih kulihat saluran pipa air minum bocor hingga airnya membanjir sia-sia.

Jangan tunda lagi. Mari kita mulai upaya pelestarian air bagi kehidupan mulai detik ini juga. Tak perlu aksi-aksi mercusuar yang muluk-muluk. Cukup dimulai dari diri kita sendiri. Mandi, mencuci, menyiram tanaman, dengan air secukupnya, mengelola sampah pada tempatnya, mengurangi pengerasan pekarangan, menanam sebatang dua batang pohon kalau memungkinkan dan upaya-upaya bijak lainnya.

Seorang wanita tua dari suku Indian Cree bernama “Mata Api” pernah meramalkan, "Akan tiba suatu masa, di mana ikan-ikan mati di dalam air, burung-burung jatuh dari udara, air menghitam, dan pohon-pohon tidak lagi ada. Umat manusia yang tersisa nyaris binasa. Lalu akan ada suatu masa, saat para pemelihara legenda, sejarah, ritual budaya, dan mitos serta kebiasaan suku-suku purba diperlukan untuk memulihkannya. Mereka itulah yang akan menjadi penentu kelangsungan hidup umat manusia. Mereka adalah Para Ksatria Pelangi.”
Akankah kita benar-benar akan mengalami keadaan seperti yang diramalkan wanita Indian tersebut? Akankah kita hanya mampu diam saja dan menunggu kedatangan “Para Ksatria Pelangi” tersebut?

Tidak, kita tak boleh diam saja. Seharusnya kita berharap bahwa mungkin kitalah “Para Ksatria Pelangi” yang dimaksudkan ramalan tersebut. Jangan biarkan ketidakpedulian terus menutupi kesadaran kita. Bersama sepinya peringatan Hari Air Sedunia kemarin, mari kita renungkan kembali bagaimana berharganya air bagi kehidupan ini. Dan jangan biarkan kesadaran itu menguap bersama waktu walaupun tanggal 22 Maret telah berlalu.

Demi masa depan kehidupan, mari kita jadikan setiap hari kita sebagai hari air yang harus kita peringati tanpa henti dengan aksi pribadi yang lebih berarti semisal menghabiskan gelas minuman di meja kantor kita sebelum pulang, membetulkan kran-kran bocor yang ada di rumah, atau hal-hal sepele lainnya yang bermakna.

Dan ingatlah peringatan sepotong puisi sederhana milik sebuah organisasi peduli lingkungan yang sarat makna ini, “ketika pohon terakhir telah ditebang, ketika ikan terakhir telah terpancing, dan ketika air terakhir telah tercemar, kita akan sadar bahwa kita tidak bisa memakan dan meminum uang”.

Mari Kita jadikan setiap hari sebagai Hari Air Sedunia! Karena memang seharusnya kitalah “Para Ksatria Pelangi Itu”!

No comments: